Monday, November 29, 2004
Perempuan Malam
Sebenarnya sih sudah dari dulu2 gue terbiasa melihat mereka berkeliaran disekitar jalan Mahakam - Bulungan - dan Melawai, terutama setiap gue pulang diatas jam 6 sore. Udah nggak aneh. Perempuan2 berbaju serba ketat dan serba minim dengan berbagai ukuran mereka. Yang ceking, yang montok, yang jangkung, yang pendek, hitam, putih, coklat - tinggal dipilih saja sesuai selera anda. Mereka eksis setiap harinya terutama Sabtu malam. Hebatnya, disetiap bulan Ramadhan pun mereka masih saja rajin bekerja!
Semalam gue ke wartel terdekat yang berada diseberang gereja, yang ternyata cuma 3 meter dari salah satu tempat mereka berkumpul. Tepat disamping Citibank Melawai. Biasanya gue cuma melihat mereka sepintas lalu, tapi kali ini gue bisa mengamati mereka dari dekat karena kebetulan saat itu ada 2 dari mereka yang tengah duduk didalam wartel sempit ini. Yang seorang duduk merokok sambil tangannya sesekali merapikan posisi bustier (kelihatannya sesak sekali) yang dia pakai. Yang seorang lagi sibuk merias wajahnya yang menurut gue bedak - lipstik - dan maskaranya sudah terlihat cukup tebal untuk dipakai 3 hari (persis artis kabuki). Riasannya malah membuat wajahnya jadi tampak menyeramkan. Sangar gitu loh. Dan tiba2 saja gue jadi nggak yakin dengan jenis kelaminnya. Sebenarnya dia ini perempuan asli apa waria sih? Umumnya hanya kaum waria yang merasa perlu berdandan menor begitu. Tapi,... 'nenen'nya ada tuh, menyembul dibalik baju berdada rendahnya *heuh,... waria juga banyak sih yang punya 'nenen'*
Gue tauk ada banyak motivasi yang membuat perepuan jadi pelacur. Sungguh, sebetulnya gue nggak sampai hati & nggak nyaman menyebut kata 'pelacur', lagipula gue memang bukan mau membahas ini. It's their life. Alasan mereka pake baju ketat & yang seminim mungkin, gue bisa mengerti, karena itulah cara mereka ber-iklan dan mempromosikan dagangan mereka. Kalo nggak begitu klien bisa bingung membedakan mereka dengan perempuan kebanyakan. Bisa2 dagangan mereka malah nggak terjual!
Tapi yang gue nggak ngerti, apa perlunya sih merias wajah setebal dan seseram itu? *Gue masih kepikiran dia itu waria apa perempuan asli*.
Memangnya di bisnis mereka ini para klien 'mementingkan' wajah juga? Seandainya gue laki2 calon klien, wah, mungkin bodi yang nomer satu gue liat- tapi sudah pasti tidak dengan yang bermake-up seram seperti ini.
Monday, November 22, 2004
Naik becak
Sampe umurnya yang sekarang (6 tahun) Nina itu belom pernah liat becak kecuali liat gambar atau fotonya doang. Jadi, apalagi pernah naek becak? Uh, boro - boro. Kasian bener ya? Gue baru menyadarinya hari Kamis minggu lalu, masih dalam suasana lebaran dan masih liburan. Karena lagi nggak ada siapa2 dirumah (*I miss you, hon), kita berdua pergi ke rumah kakak sepupu gue yang rumahnya juauh buanged di Pamulang. Kalau tidak salah ingat, terakhir gue maen kesana itu sekitar 3 atau 4 tahun yang lalu. Jadi ceritanya gue maok kasih surprise dengan tiba2 nongol disana.
Hebatnya Jakarta dimusim libur lebaran, kita bisa sampe disana cuma dalam waktu kurang dari 40 menit. Asoy nggak sih? Coba setiap hari jalanan di Jakarta seperti ini. Wah, nikmat betul!
Begitu taksi masuk kedalam kompleks perumahan tempat sepupu gue tinggal, Nina minta turun karena dia melihat banyak becak bergerombol didepan kompleks. "Mami, naik becak dong" Pintanya. Ya sudah, kita turun disitu lalu gue nawar becak. Pake kira2 aja, karena gue juga nggak tauk berapa harus bayar becak ke rumah sepupu gue yang masih jauh masuk kedalam kompleks. "Tiga ribu pak" Dengan yakinnya gue nyebut jumlah segitu. Ternyata si bapak setuju sambil langsung menunggingkan becaknya sedikit agar kita bisa naik dengan mudah. Nina melompat duduk paling dulu. Tampaknya dia senang sekali, terlebih saat becak mulai melaju lalu melintasi beberapa kali polisi tidur *Ih gak sopan banget tuh polisi tiduran dijalan*. Wah! Senang melihat tampangnya berseri-seri begitu. Gue sendiri agak2 trauma naik becak dijalan beraspal morat marit seperti ini. Kondisi jalanannya becek pula disana sini. Soalnya dulu sewaktu esempe gue pernah ngalamin nyungsep sama becak2nya! *Abangnya sampe mental gitu loh!* Jadinya gue ngeri aja kalo sampe ada kejadian lagi. Soalnya gue sadar betul kalo berat gue ditambah berat Nina itu tergolong ringan, yang artinya bisa membuat si bapak tergoda buat ngebut. Plis deh, jangan coba2 ya pak?
Sampai dimuka rumah sepupu gue si bapak gue minta buat tunggu sebentar. Rumahnya keliatan sepi banget dari luar. Yah! Maok bikin kejutan ternyata gue sendiri yang terkejut. Jauh2 dateng kemari mendapati rumah mereka kosong dengan pintu pagar di gembok. Akhirnya gue telpon sepupu gue itu, ia bilang mereka sedang berada di Kebayoran Baru.
*Huuaah,.. yang disana kemari, yang disini kesana!*
Nina terlihat semakin girang, nggak peduli tantenya ada atau tidak, "Balik lagi nih, mi? Naek becak lagi ya?" Ia masih duduk nangkring diatas becak.
"Ya sudah pak, balik lagi sampe depan jadi pas lima ribu ya?" Kata gue ke si bapak. Lagi2 si bapak setuju saja. So, balik lagilah kita kedepan kompleks. Gajrut2 lagi diatas becak sambil berpegangan kenceng2. Ngeri terlempar keluar. Jalanannya terlihat kering tapi lobang2nya becek. Sungguh merupakan penampung air dan lumpur yang baik. Baru saja gue selesai berpikir demikian, sebuah mobil melaju cepat disamping becak dan, "Croottt!!" Rasanya dingin di pipi. Sia**n!! Dasar orang gak sopan sedunia! Gue sibuk menyumpah serapah sementar Nina, yang walaupun ikut kecipratan malah ter- pingkal2 geli. Great! Memang lucu sih, tapi tidak selucu yang kamu pikir, Nina! Ini konyol! Beredar dijalanan dengan pakaian terciprat air lumpur yang coklat. Memang tidak betul2 banyak, tapi jelas2 kelihatan kotor. Beuh! Belum juga sampai didepan komplek- tukang becak dan penumpangnya terlihat sama2 kotor. Masalah masih ditambah dengan susahnya mencari taksi di daerah itu *yang banyak cuma ojek sama angkooot, melulu!*.
Setelah 15 menit berdiri putus asa menunggu taksi didepan kompleks dengan pakaian kotor seperti ini, akhirnya gue putuskan buat 'cuek beibeh' naik angkot yang menuju lebak bulus dengan tatapan mata orang2 seangkot mempertanyakan pakaian kita yang kotor seolah menuduh : "Ini ibu sama anak abis ngapain sih? Gulat di lumpur?". Bzziggh!!
"Naek becak enak ya, mami? Seru! Besok2 Nina mauk lagi ya?" Katanya.
**Gak Janji, ya?**
Labels:
heboh,
jalan2,
kocak,
nina,
on the way,
transportasi
Thursday, November 18, 2004
yang kelupaan
'Mengucapkan...
SELAMAT HARI RAYA IEDUL FITRI 1425 H
MINAL AIDZIN WAL FAIDZIN
MOHON MAAF LAHIR & BATHIN !!!
Haduuhh... baru kali ini bisa nge-post setelah liburan puaanjaaang!
Maap2 lahir bathin ya oom, jeng, tante, pak, bu, mbak, mas, adek2 yang merayakan Iedul Fitri- yang kebetulan mampir kemari, yang kebetulan pernah ngalamin kejadian ngeselin gara2 gue, atau mungkin juga karena kata2 gue di blog ber-tatabahasa koboi ini pernah bikin sakit hati, ngeselin, dan bete ngebacanya.
Harap di maafin yaaaa... pleaseee....
Thursday, November 11, 2004
Lebaran Sebentar Lagi!
Hari ini hari kedua menjelang Iedul Fitri. Hari pertama dapat jatah libur dari kantor. Senangnya! Senang karena tidak lama lagi lebaran, senang karena tidak perlu lagi terkantuk-kantuk dan nyolong2 tidur dikantor. Hueh!
Kesibukan pertama di pagi ini adalah pergi ke bank dilanjutkan dengan pergi ke sebuah superstore. Bukan buat belanja keperluan lebaran seperti umumnya orang2, tapi buat cari kursi kecil pelengkap meja kecil Nina yang sudah rusak. Tapi pada akhirnya gue pun belanja yang lainnya juga selain kursi kecil. Belanja beberapa barang yang harusnya kurang penting dibeli saat ini.
Bulan puasa dan hari2 menjelang lebaran memang terasa berbeda. Selain kesenangan melihat kesibukan orang2 dimana-mana, juga timbul keharuan melihat keuletan orang2 yang masih berusaha mencari sedikit rezeki dengan macam2 jenis dagangan kecil2an mereka (yang sepi pembeli) disepanjang jalan yang hanya duduk2 bengong menanti pembeli, melihat tukang2 sapu jalanan yang tengah duduk mengaso, tukang2 parkir yang berdiri diam mengawasi mobil2 diparkiran, sementara orang2 lain lalulalang membawa kantong2 belanjaan mereka. Duh! Gue selalu saja "sensi" dengan kondisi orang2 seperti mereka ini. Memang, tentunya ada diantara mereka2 ini yang memang sengaja cari kesempatan berdagang di moment seperti ini, tapi pastinya juga banyak yang terkondisi untuk harus tetap berupaya walau sebenarnya mereka ingin bisa seperti orang2 yang lalulang didepan mereka- menikmati belanja ini dan itu buat lebaran. Terpikir oleh gue : apakah ada yang memberi mereka THR? Rasanya tidak. Sepertinya mereka harus giat berusaha sendiri. Syukur2 ada orang2 baik hati yang memberi mereka sedikit rezeki sebagai ganti THR.
Ya, gue selalu simpati kepada mereka2 ini, yang masih mau bekerja dan ulet. Juga pada para tunawisma dan gelandangan sejati. Sepanjang pengamatan gue, walaupun gak punya apa2 mereka lebih memilih mengais-ngais tempat sampah ketimbang meminta-minta. Jika diberi mereka mau menerima, tapi mereka tidak meminta- minta (Nggak heran jika banyak gelandangan yang jadi orang gila karena tekanan hidup dijalanan). Jadi jangan harap gue mau bersimpati ke para pengemis profesional terutama yang terlihat segar bugar. Para pemalas sehat yang nggak tahu malu meminta-minta ke semua orang yang lewat didepan mereka.
Ah! Gue sendiri pun nggak bisa menolong mereka semua walaupun gue ingin. Gue bukan orang kaya, apalagi Dewa. Gue cuma bisa sekedar memberi sedikit kelebihan rezeki gue pada beberapa dari mereka. Dan gue senang melihat ekspresi bahagia dan syukur mereka menerima pemberian gue yang tidak seberapa itu. Tapi Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah. Gue berharap rezeki mereka akan menjadi lebih baik nantinya. Tentunya rezeki gue juga, supaya gue bisa lebih banyak lagi membantu mereka yang membutuhkan.
Amien.
Subscribe to:
Posts (Atom)