Saturday, March 26, 2005
Office Girl di Kantor
Hari pertama dia kerja, gue sempet agak2 nganga liat potongannya. Badannya tidak terlalu tinggi tapi besar dan berambut super pendek. Dia selalu mengenakan jeans dan kemeja serta tidak mengenakan lipstik. Melihatnya pertama kali gue betul2 had no idea sama jenis kelaminnya. Gayanya dan pembawaannya persis cowok. Wajahnya nggak keras dan sama sekali nggak sangar, tapi seolah bukan wajah perempuan. Dia benar2 berwajah dan berpenampilan androgineus banget. Gue terkesan.
Dari semua office girl yang pernah kerja disini, cuma dia yang paling bertahan. Kerjanya gesit dan lumayan efisien.
Meskipun terkesan maskulin, orientasi seks-nya gak pernah terpikirkan gue. Dia terlihat normal, biasa aja. Umumnya kalo gue liat cewek bergaya cowok dan maskulin banget, gue langsung akan meng-asumsikan cewek itu lesbian. Dalam hal dia, diwajah dan pembawaannya, hal2 seperti itu nggak terlihat dan tak terpikirkan. *Remember, don't judge a book by its cover* Gue cukup sering melihatnya ngobrol akrab dengan seseorang yang gak terlihat di tangga didepan pintu kantor.
Kemaren, baru maok buka pintu kantor, tiba2 seseorang muncul disamping gue. Rambutnya super pendek, berkemeja, dan wajahnya betul2 wajah2 keras cowok. Tapi gue berani sumpah dia perempuan!
"Mbak, ada Lina nggak mbak?" Tanya dia. Suaranya berat. Inikah pacar si Lina?
"Hhhm, kayaknya lagi keluar deh" Gue berharap dia nggak melihat pandangan terkesan diwajah gue.
"Oh, makasih ya mbak" Jawabnya lalu pergi.
Wah! Sekarang buat gue hal2 mengenai Lina sudah mulai jelas.
Office girl gue dikantor memang les biola....
Monday, March 14, 2005
buku menarik
Awalnya gue nggak terlalu berminat buat beli buku yang satu ini. Tebalnya bukan main! Lebih mirip kamus atau ensiklopedia ketimbang umumnya novel. Meskipun gue ini pembaca dan pengumpul buku terutama novel, awalnya, baru melihat bukunya pun gue sudah merasa pening. Tapi rasa ingin tahu gue lebih besar dari keraguan gue buat membacanya. Ada 2 judul : The Da Vinci Code dan Angels And Demons. And so, sebagai awalnya, I bought the first one.Pakar simbologi Harvard, Robert Langdon, menerima telepon tengah malam yang penting. Seorang Kurator Senior di museum Louvre terbunuh, dan pesan2 rahasia yang mengherankan ditemukan dekat tubuhnya. Ketika Langdon dan seorang kriptolog berbakat Prancis, Sophie Neuve, mengupas lapis demi lapis teka teki aneh itu, mereka terpana menemukan serangkaian petunjuk tersembunyi dibalik karya2 terkenal Leonardo Da Vinci. Petunjuk yang tampak agar dilihat semua orang, tapi sengaja disamarkan dengan jenius oleh sang pelukis.
Situasi jadi semakin menegangkan ketika Langdon menemukan sebuah kaitan mengejutkan : Mendiang Kurator itu terlibat dalam Biarawan Sion - sebuah kelompok persaudaraan rahasia yang nyata. Langdon curiga bahwa sebenarnya ia terkait dengan perburuan untuk memecahkan misteri besar. Misteri yang telah disembunyikan ber-abad2.
Buku ini betul2 menarik. Outstanding! Jalan ceritanya mungkin fiktif, tapi latar belakang sejarah rumit (menyangkut sebuah agama) yang mendasari cerita ini memang betul2 didasari bukti2 sejarah yang ada dan yang tidak semua orang awam ketahui. Gue belum pernah (merasa perlu) membaca sebuah cerita diselingi dengan mencari tahu istilah2, nama2, gambar2, atau dokumen2 yang disebutkan dicerita itu di internet. Semuanya ternyata memang betul2 ada. Gue bahkan jadi lebih tertarik buat mengenal Leonardo Da Vinci dan kejeniusannya dibanding sebelumnya, yang lebih banyak gue kenal sebagai seorang pelukis dan penemu.
Ada satu kalimat mengesankan gue pribadi dibuku ini mengenai sejarah, bahwa 'Sejarah diciptakan oleh pemenang. Ketika dua budaya berseteru, yang kalah dimusnahkan, dan pemenang menulis buku2 sejarah (versi mereka) - buku2 yang mengagungkan alasan2 mereka sendiri, dan menghina musuh yang kalah. Sejarah selalu merupakan cerita satu sisi' Disadari atau tidak, kenyataannya selalu ada sejarah yang sengaja dirubah dan dihilangkan *di Indonesia pun ada. tauk kan?* Dan sejarah memang selalu menarik buat ditelusuri.
Rasanya gue harus beli buku kedua (lain cerita) karangan penulis yang sama : Angels And Demons. Dan tanpa maksud apapun, buat yang hobby baca, gue betul2 merekomendasikan buku ini buat dibaca. Si penulis, Dan Brown, memang bener2 jagoan, tidak hanya karena keahliannya membuat cerita, tapi juga dengan referensi pengetahuan sejarahnya yang istimewa.
Baca kutipan ceritanya disini
Thursday, March 10, 2005
Gue dan Pakaian
Masih menyambung masalah ketidaksukaan gue dibilang kurus, gue biasa mengakalinya dengan memakai baju berlapis-lapis. Itu sudah pasti. Umumnya gue selalu mengenakan tanktop atau tshirt berlengan pendek dibawah kemeja/blus, yang kemudian gue tutup lagi dengan jaket, overall atau blazer. Minimal (meskipun gue berbaju tanpa lengan) gue harus mengenakan kaus dalam dibawah pakaian gue. Jakarta memang panas terik, tapi gue lebih rela agak kepanasan dan gerah dengan baju yang berlapis. Karena selain membuat gue terlihat tidak terlalu kurus, pakai baju berlapis lebih menyerap keringat tanpa membuat kemeja luar gue basah lepek jika gue memang sedang berkeringat. Yang agak2 lucu, kalo di Jakarta pake baju berlapis agar badan terlihat sedikit lebih tebal- gerahnya bukan main, di Amsterdam pake baju tebal berlapis, duh, masih tetap dingin.
Yang sedih, setiap kali ikut aerobic gue terpaksa selalu pake kaus tanpa lengan dan celana training karena gue nggak pernah berani pake baju kaus stretch (apalah itu namanya) khusus aerobic. Sudah terbayang betapa menggelikannya liat badan gue sendiri di cermin besar yang ada disitu, dan berada diantara perempuan2 lain di kelas gue yang umumnya berbadan montok, bulat, sampai yang sedikit lebih berdaging dibanding gue. Rasanya lebih baik berpakaian yang netral ketimbang gue merusak pemandangan.
Model sebuah baju dan cara berpakaian memang bisa membawa pengaruh atau kesan2 tertentu ya? Gue punya sebuah atasan Babydoll coklat bermotif pemberian orang yang jarang banget gue pake karena memang gue tidak suka dan menurut gue modelnya pun terlalu feminin.
Hari Sabtu lalu gue ke sekolah Nina pake baju itu. Setelah selesai bicara dengan wali kelasnya, wali kelas itu bilang, "Lagi isi ya, bu?" Gue mengerutkan kening 5 detik sebelum mengerti maksudnya *Yeah, right, isi jeroan* Gue cuma bisa tersenyum, "Ah enggak, belooom... belooom" Dan begitu pula saat gue sedang berdiri diluar kelas Nina, seorang ibu orang tua murid kembali mengira gue hamil muda. Dan hari itu ada 3 orang yang mengira gue sedang hamil, belum terhitung dengan yang tidak menanyakannya langsung. Something wrong with my dress? Apakah ada semacam aturan tidak tertulis yang menetapkan bahwa model babydoll merupakan model baju khusus buat orang hamil? Si papi bilang, orang2 jadi punya persepsi begitu karena nggak terbiasa liat gue berpakaian dengan model yang agak lain dari yang biasanya gue pake. Mungkin juga.
Tapi gue nggak bakal pake babydoll lagi kecuali kalo gue memang beneran hamil!
Sunday, March 06, 2005
Berat Badan & Warna Kulit
Hari ini gue janjian ketemu Yunita disebuah mall. Udah lamaaa banget gue nggak ketemu dia. Terakhir ketemu dia di Bandung 2 tahun lalu. Dari jauh gue udah liat dia duduk sendirian ditempat kita janjian ketemu. Hmm, gue yakin banget kalimat pertama yang bakal dia ucapin pastilah sama basinya seperti biasanya kalo orang2 udah lama nggak ketemu gue, "Aduh, An! Loe kok makin kurus aja?". Walau kenyataannya dari dulu sampai hari gini berat badan gue gak pernah nambah dan gak pernah kurang, tapi selalu saja mereka menganggap gue makin kurus. Bahkan ada temen gue yang meyakini gue sebagai 'pemakai' (Iyaa, gue masih pake nasi kok kalo makan). Sudah gila apa?
Semakin gue mendekat, akhirnya dia melihat gue dateng lalu dia ketawa2 sendiri. Sambil cium pipi kiri kanan khas perempuan dia ngomong, "Gile! Loe kenapa jadi makin item gitu sih?" Whats?? Haiyaah, teruus, teriak aja deh yang kenceng biar orang se-mall denger semua Yun. Prediksi gue salah. Biasanya orang mengomentari soal kekurusan gue, baru kali ini ada yang ngomentari soal warna kulit. Gue jadi diem ditempat, mikir sendiri.
"Loh, kan gue emang nggak pernah putih?" Jawab gue.
"Kagak! Dulu2 loe nggak gini. Biasanya loe coklat muda"
"Tapi ini kan juga coklat" Gue jadi bingung.
"Kagak! Loe sekarang keliatannya lebih gosong! Bejemur digenteng loe?"
Gue ketawa, "Bodo amat ah! Mauk item, ungu, kuning, ijo, biru, gue gak masalah. Tapi gue tetep cakep kan Yun? Apa kabar loe?" Dan selanjutnya kita udah sibuk bagi cerita.
Ditengah-tengah ngobrol, karena penasaran gue bilang, "Kok aneh ya, kenapa loe jadi ngomentarin soal gue jadi item. Biasanya anak2 yang ketemu gue bilangnya gue makin kurus" Dia ngeliatin gue sambil ketawa, "Ah! Elo kan emang dari dulu kurus gitu2 aja nggak ada bedanya. Apa anehnya?"
Gue menepuk meja, girang, "Tuh! Bener kan? Gue juga udah tauk Yun, kalo gue nggak bisa makin gemuk, tapi gue pun nggak makin kurus kan?" Horee! Gue bahagia karena akhirnya ada juga yang bisa melihat bahwa gue nggak makin kurus. Dia ngangkat alis sambil ngangguk2. Mungkin dia pikir gue beneran sudah gila. "Nggak usah histeris gitu" Katanya. Tapi jelas gue bahagia dong, biar gue nggak pernah bisa gemuk, setidaknya gue nggak makin kurus! Asiik!
Belakangan gue tauk kenapa si Yunita malah mengamati soal warna kulit gue. Dari pintu masuk mall ke parkiran luar cuma sekitar 100 meter dia udah sibuk rogoh2 isi tasnya buat cari payung.
"Ngapain sih loe deket gitu pake repot payungan segala? Takut item kayak gue?" Gue menggerutu liat adegan dia sibuk buka payung.
Dia ketawa, "Iya. Panas gini loh"
"Yun, elo tuh Cina Yuuuun,.... loe gak bakalan item!" Gue jadi ikut ketawa.
"Sapa bilang?"
"Paling2 kalo elo panas2an elo cuma jadi agak merah dikit. Nanti2nya juga balik lagi ke warna asli loe. Dont worry, kenapa?"
Dia nyengir, "Enggak ah, gak maok ambil resiko"
Parno banget ya? Takut jadi item. Udah jelas2 dia keturunan Cina. Sumpah, gue belom pernah liat ada orang Cina jadi item cuma gara2 sering berada diluar tanpa payung. Jangankan Cina, orang dengan etnis lain yang berkulit putihpun nggak bakalan berubah drastis jadi hitam, kecuali mungkin kalo mereka berjemur 30 x 24 jam. Tapi siapa juga orang yang kurang kerjaan?
Mengenai warna kulit gue yang menurutnya makin gelap, itu karena warna asli gue memang coklat. Dan sepertinya memang cuma jenis kulit warna coklat yang bisa berubah menjadi semakin gelap *Mengingat kulit gue begitu gampang meresap sinar matahari, lebih2 jika berada terlalu lama diruangan ber-AC*. Duh! Sengsara.
Ah, tapi seperti yang tadi gue bilang, gue nggak terlalu peduli. It is just another unimportant thing for me. Tapi kalo dibilang ceking, baru gue peduli. Karena, hhmm, karenaa.... gue sebel dibilang cekiiiiing! Basi
Subscribe to:
Posts (Atom)