Friday, December 31, 2004
the last day on 2004
had a BBQ at Michael's at Gading Kirana
and the rest of today is nothing special
Have no wishes for next year
(well, accept I want to have atleast one more baby- but I'm not dare to hope)
I will see what Allah brings for me
"HAPPY NEW YEAR FRIENDS!
HOPE THAT YOU ALL MORE LUCKY THAN I AM NEXT YEAR"
Wednesday, December 29, 2004
Gak Mampu, Gak Kuat
Sampai hari ini liputan2 mengenai Aceh masih bikin gue terharu. Pada dasarnya gue nggak tega terus2an melihat liputan2 yang memilukan seperti itu. Mungkin sudah ada sebagian orang yang bosan dengan liputan2 itu- tapi keinginan buat mengikuti perkembangan keadaan disana bikin gue terus menyimak semua liputan mengenai Aceh. Bahkan gue sampai perlu buka2 lagi peta Sumatra khusus buat spotting nama2 kota di NAD dan pulau2 disekitarnya *Beginilah kalo orang buta geografi!*
Beberapa hari lalu gue malah terpikir buat join PMI sebagai tenaga relawan di Aceh. Ingin rasanya bisa sedikit bantu2 mereka dengan ikutan PMI membagikan kebutuhan mereka akan makanan, pakaian, atau obat2an. Ini baru keinginan dikepala- dihati. Walau begitu Raymond amat mendukung niat gue. Sayangnya, walaupun ini baru niat, sewaktu gue singgung2 sedikit ke Nina, anak itu sudah menjerit-jerit tidak setuju. Belum2 ributnya minta ampun, seolah gue yang pasti he'eh akan ke Aceh besok. Padahalpun kalo gue beneran daftar di PMI, belum tentu gue di-approve mengingat gue totally inexperience sebagai relawan. Jangankan musibah besar seperti ini, melihat kecelakaan (Oh plis, jangan sampe) dijalan pun belum pernah! Melihat jenazah pun bukannya belom pernah, tapinya kan bukan jenazah dengan kondisi yang rusak?
Orang2 dikantor malah pada meledek, " Plis, jangan deh An, ngerepotin aja loe. Nanti bukannya elo yang bantu gotong2 orang sakit- malah elo yang di gotong2 orang. Semaput." Gitu. Rese ya? Bukannya kasih semangat malah pada mencela aja bisanya. Thank you guys!
Tapi setelah semua dukungan dan celaan itu, barulah terpikir : Apa betul gue sanggup jadi relawan? Dengan segitu banyaknya pemandangan mayat2 disegala arah mata memandang, dan dengan bau mayat dimana-mana mengiringi langkah kita (tsah! Tumben yahud banget bahasa gue!). Dan pelan2 pun gue mulai ragu. *Get real, Anna!* Bukan nggak mungkin malah gue sendiri yang ikutan bingung dan panik disana.
Sekarang ini gue bener2 sudah mengurungkan niat jadi relawan karena ternyata gue sendiri pun susah membayangkan diri gue tabah (setidaknya terlihat tabah) berada disana. Wong usus-nya pendek kok pengen jadi relawan on the spot seh? Apalagi setelah melihat sudah semakin banyak relawan yang datang kesana. Cukup bikin hati gue lega!
Yah, setidaknya kemarin gue ikut menyumbang mereka semampu yang gue bisa. Dan Insyaallah akan terus menyumbang selama rejeki gue masih ada.
Tuesday, December 28, 2004
Dan Gue Ikut Menangis ..
Duh! Musibah bencana memang bisa dateng setiap saat.
Awalnya gue nggak menyangka kalo gempa di Aceh hari Minggu pagi yang lalu itu 'was a big disaster'! Emang inilah kejelekan gue, kurang merhatiin berita2 semacam itu. Karena di Indonesia gempa cukup sering terjadi- gue menganggap bencana kemarin termasuk jenis gempa 'biasa'. Dan kebetulan hari minggu itu hampir seharian gue nggak semenitpun nongkrong didepan TV.
Gue baru 'ngeh' musibah gempa di Aceh kemarin adalah musibah yang luar biasa besar dan mengerikan pada keesokan harinya, Senin malam. Itupun karena gue nggak sengaja dengar 'breaking news' disebuah TV swasta yang mengatakan bahwa korban telah mencapai 4000an jiwa (sekarang ini sudah mencapai sekitar 29.000 jiwa. Imagine!). Saat itu gue sedang menyetrika dilantai beberapa baju yang belum sempat disetrika si embak. Mendengar laporan itu- barulah gue mulai terlongo-longo memandang TV. OMG....
Memang sih, gue nggak punya saudara dan kenalan disana, tapi hati gue benar2 hancur melihat liputan2 di TV. Mayat begitu banyaknya hingga berserakan dimana-mana bagaikan sampah dan memang menyatu dengan sampah dan lumpur, tersangkut ditiang listrik dan diatas pohon, atau yang terkubur dibawah tumpukan puing2. Astaghfirullaahal'azhim! Dalam sekejab ribuan orang kehilangan keluarga dan semua harta benda miliknya. Mereka yang selamat hilir mudik penuh kepanikan, dan ada juga yang terlihat linglung. Hancur rasanya melihat mayat2 anak kecil berjejer dengan kondisi yang menyedihkan. Ini benar2 kiamat versi kecil! Satu kota lenyap dalam sekejap. Rasanya (menurut gue) Aceh emang selalu MPO; cari perhatian mulu- namun sekarang seluruh dunia tauk jika kali ini mereka nggak pernah minta dikirimi bencana tsunami buat cari perhatian. Gue benar2 menangis sesenggukan menatap TV. Dan sumpah- gue nggak merasa perlu malu buat menangis menyaksikan musibah ini.
Beberapa menit setelahnya, gue baru inget kalo seharusnya gue tadi sedang merokok. Tapi dimana pula rokok sialan itu? Gue nggak menemukannya diasbak dimeja rendah disamping gue duduk. Tangisan gue sesaat terhenti. Mana ya? Tanpa asap, tanpa bauk terbakar- akhirnya gue menemukannya terjatuh dari asbak (karena sudah terbakar begitu panjang) dan tergeletak diatas karpet, masih menyala, dan membuat diameter lubang hangus hampir sebesar 2 cm! Gile bener! Perlahan- lahan membakar dan melubangi karpet tanpa kita tahu. Hampir saja gue yang kena musibah terbakar.
Oh, karpet-ku yang malang....
Awalnya gue nggak menyangka kalo gempa di Aceh hari Minggu pagi yang lalu itu 'was a big disaster'! Emang inilah kejelekan gue, kurang merhatiin berita2 semacam itu. Karena di Indonesia gempa cukup sering terjadi- gue menganggap bencana kemarin termasuk jenis gempa 'biasa'. Dan kebetulan hari minggu itu hampir seharian gue nggak semenitpun nongkrong didepan TV.
Gue baru 'ngeh' musibah gempa di Aceh kemarin adalah musibah yang luar biasa besar dan mengerikan pada keesokan harinya, Senin malam. Itupun karena gue nggak sengaja dengar 'breaking news' disebuah TV swasta yang mengatakan bahwa korban telah mencapai 4000an jiwa (sekarang ini sudah mencapai sekitar 29.000 jiwa. Imagine!). Saat itu gue sedang menyetrika dilantai beberapa baju yang belum sempat disetrika si embak. Mendengar laporan itu- barulah gue mulai terlongo-longo memandang TV. OMG....
Memang sih, gue nggak punya saudara dan kenalan disana, tapi hati gue benar2 hancur melihat liputan2 di TV. Mayat begitu banyaknya hingga berserakan dimana-mana bagaikan sampah dan memang menyatu dengan sampah dan lumpur, tersangkut ditiang listrik dan diatas pohon, atau yang terkubur dibawah tumpukan puing2. Astaghfirullaahal'azhim! Dalam sekejab ribuan orang kehilangan keluarga dan semua harta benda miliknya. Mereka yang selamat hilir mudik penuh kepanikan, dan ada juga yang terlihat linglung. Hancur rasanya melihat mayat2 anak kecil berjejer dengan kondisi yang menyedihkan. Ini benar2 kiamat versi kecil! Satu kota lenyap dalam sekejap. Rasanya (menurut gue) Aceh emang selalu MPO; cari perhatian mulu- namun sekarang seluruh dunia tauk jika kali ini mereka nggak pernah minta dikirimi bencana tsunami buat cari perhatian. Gue benar2 menangis sesenggukan menatap TV. Dan sumpah- gue nggak merasa perlu malu buat menangis menyaksikan musibah ini.
Beberapa menit setelahnya, gue baru inget kalo seharusnya gue tadi sedang merokok. Tapi dimana pula rokok sialan itu? Gue nggak menemukannya diasbak dimeja rendah disamping gue duduk. Tangisan gue sesaat terhenti. Mana ya? Tanpa asap, tanpa bauk terbakar- akhirnya gue menemukannya terjatuh dari asbak (karena sudah terbakar begitu panjang) dan tergeletak diatas karpet, masih menyala, dan membuat diameter lubang hangus hampir sebesar 2 cm! Gile bener! Perlahan- lahan membakar dan melubangi karpet tanpa kita tahu. Hampir saja gue yang kena musibah terbakar.
Oh, karpet-ku yang malang....
Friday, December 24, 2004
Dan Ibu Guru Mengeluh (lagi)
Kamis kemarin hari terakhir Nina ulangan umum. Dan seperti biasa hari ini gue mengantar dia ke sekolah. Maksud hati sih cuma mau nganter sampe depan pagar sekolahnya (kebetulan anaknya pun memang inginnya gue hanya mengantarnya sampai depan pagar sekolah saja), tapi ternyata wali kelasnya datang bersamaan dengan kita.
Tiba2 saja ia sudah ada dibelakang gue.
"Mamanya Nina," Sapa bu guru, "Udah lama nggak keliatan. Jarang nganterin Nina ya?"
"Eh, bu Nani. Saya nganter Nina tiap hari kok bu, cuma anaknya selalu minta dianter sampai didepan pagar saja."
"Pantas jarang kelihatan."
"iya." Gue berusaha mengakhiri basa-basi ini. Karena 'as-you-know-why', dari jaman gue masih sekolah karena gue badung dan sering di cari2 guru akibatnya sampai hari gini gue selalu nervous deket2 guru.
"Itu lho bu kemaren pas ulangan, Nina itu kan duduknya di bangku belakang barisan paling kiri," Waduh! Belom sempat 'melarikan diri' wali kelasnya sudah memulai keluhannya. "Sewaktu saya baru saja selesai membagikan kertas ulangan dibarisan paling kanan- Ibu tauk'kan berapa lama sih membagikan kertas ulangan dari ujung belakang kiri sampai ujung belakang kanan? Baru saja saya balik badan, saya lihat Nina sudah dimeja saya menyerahkan kertas soalnya."
Terlihat ekspresi OMG diwajah bu Nani, "Saya sampai terheran-heran dan nggak percaya. Lalu saya check kertas soalnya. Aduh buu... salah semua! Hanya dua yang betul. Akhirnya saya suruh Nina mengerjakannya lagi."
Haduh, gue yang malu neh! "Anaknya pun sempat2nya ngobrol dengan kawan sebangkunya saat ulangan." Lanjut bu Nani. Haiiyaaahh!!! Gggrrrrr *Nina ini emang kebangetan banget deh!*
Apa gue bilang? Tiap kali gue nongol disekolah dan bertemu dengan ibu2 atau gurunya, umumnya gue pasti menerima berbagai keluhan! Sebel nggak sih? Rasanya gue jadi semakin yakin kalo akhir semester ini gue nggak bakal maok dateng mengambilkan raportnya. Takut diomeliiiin ...
plis deh!
Tuesday, December 21, 2004
*Mengeluh (lagi)*
Yang namanya anak2 bikin ulah memang sudah biasa. Tapi kalo anaknya anak kita sendiri dan kita yang harus mengalaminya setiap saat, sumpe, bisa bikin sakit kepala banget! Lagi2 contohnya Nina. Ulah2nya yang sepele tapi selalu terjadi berulang kali kadang2 bisa bikin gue naek darah. Mauk marah nggak bisa, nggak dimarahi kita yang susah, diberi pengertian pun masuk kuping kanan keluar kuping kiri doang. Hiiiiihh!!!
Tauk setip kan? Penghapus pinsil. Coba bayangin, masak gue harus beli setip pinsil setiap hari sih? Ini cuma hyperbolic, tapi memang setidaknya setiap 2 - 3 hari setip-nya selalu hilang entah dimana. Gak cuma itu, pinsil2nya hampir selalu ada yang patah2 (gak ngerti juga gimana cara dia make pinsil sampai bisa patah2 begitu), sering berkurang jumlahnya (kadang cuma tinggal satu), bahkan beberapa kali gue menemukan pinsil yang gue-nggak-ngerasa-beliin ditempat pinsilnya. Gue percaya ini nggak ada urusannya sama klepto, tapi memang anaknya saja yang suka asal comot pinsil temannya jika pinsilnya sendiri hilang- lalu lupa mengembalikannya lagi. Terus kenapa masalah pinsil dan setip ini jadi pasal? Karena tiap2 mau mengerjakan pe-er atau latihannya dirumah (gue ulangi : setiap kali), dia selalu kelabakan- dan membuat orang2 dirumah ikutan sibuk mencari entah setip-nya atau pinsilnya. Rese kan? Lagi2 siapa yang harus dengan bosannya mencarikannya pinsil dan setip baru? = Gue. Jadi itu sebabnya gue merasa perlu over stock alat2 tulis dirumah.
Begitupun dengan buku2nya. Baru mulai sekolah bulan Juli lalu tapi semua buku2nya sudah pada lecek minta ampun. Mau gue beliin buku yang baru pun tanggung- karena semester kedua tinggal sebentar lagi. Semua bukunya memang gue sampul plastik, tapi itu nggak banyak pengaruhnya. Ada beberapa buku cetaknya yang lembaran2nya lepas dari jildnya *Believe me, itu bukan karena dia rajin membaca bukunya*. Jadi selain bertugas menyediakan pinsil dan setip hampir setiap hari, gue juga harus rajin mengurut halaman per halaman buku2nya yang lepas. Kind of side job, huh? Pernah gue tanya kenapa bisa sampe hancur begitu buku2nya? Jawabnya : masuk selokan. Kenapa juga buku bisa sampe masuk selokan, Nina? Aarrgghh! Selokan itu kan adanya diluar kelas/rumah. Trus bagaimana dengan buku2nya yang lain? Dia cuma angkat bahu. Bzziighh!! Wali kelasnya sendiri pun pernah mengeluhkan masalah buku2nya yang jelek dan bercerai-berai itu. Nina! Anak perempuan tapi kok nggak rapihan ya?
Ada satu lagi, masalah topi sekolah. Belum genap satu semester gue sudah 3 kali beliin dia topi baru. Yang hebat, dasi belum pernah hilang satu kalipun! Gue gak mau dia disetrap gurunya karena nggak pake topi disaat upacara bendera. Terakhir kalinya gue beliin dia topi sekitar 2 minggu yang lalu, dan yang ternyata 3 hari kemudian topinya yang lama tiba2 saja ditemukan lagi didalam mobil- nggak jelas juga disebelah mananya mobil karena selama 3 hari itu kita nggak pernah melihat ada topi keleleran didalam mobil.
Dan ini semua bukan masalah pemborosan uang-nya. Tapi ini soal kecerobohan dan ketidak disiplinan si Nina itu loh. She is so careless! Kita sampe udah pada bosen blablabla kasih pengertian ke anaknya agar lebih bertanggung jawab dengan barang2nya sendiri, tapi hal2 remeh-temeh seperti ini dijamin terulang lagi dan lagi.
Oke, ini hari ke-2 Nina ulangan umum (5 hari) semester pertama. Sumpe, gue yang depressed! Padahal anaknya nyantai2 aja- siap nggak siap, bisa nggak bisa. Gue selalu ketakutan dia asal mengerjakan soalnya, terburu-buru, atau tidak teliti. Tapi yang paling gue takuti kalo dia sampai keluar kelas sebelum waktunya selesai cuma karena dia merasa nggak bisa mengerjakan soalnya dan merasa nggak penting buat berlama2 memikirkan soal yang dia nggak bisa. Parno nggak sih? Susahnya gue nggak bisa mengawasi dia di sekolah. Padahal punya anak seperti Nina memang idealnya gue jadi fulltime mother- kalo perlu seharian ikutan nongkrong diluar kelasnya mengamatinya belajar.
Tauk setip kan? Penghapus pinsil. Coba bayangin, masak gue harus beli setip pinsil setiap hari sih? Ini cuma hyperbolic, tapi memang setidaknya setiap 2 - 3 hari setip-nya selalu hilang entah dimana. Gak cuma itu, pinsil2nya hampir selalu ada yang patah2 (gak ngerti juga gimana cara dia make pinsil sampai bisa patah2 begitu), sering berkurang jumlahnya (kadang cuma tinggal satu), bahkan beberapa kali gue menemukan pinsil yang gue-nggak-ngerasa-beliin ditempat pinsilnya. Gue percaya ini nggak ada urusannya sama klepto, tapi memang anaknya saja yang suka asal comot pinsil temannya jika pinsilnya sendiri hilang- lalu lupa mengembalikannya lagi. Terus kenapa masalah pinsil dan setip ini jadi pasal? Karena tiap2 mau mengerjakan pe-er atau latihannya dirumah (gue ulangi : setiap kali), dia selalu kelabakan- dan membuat orang2 dirumah ikutan sibuk mencari entah setip-nya atau pinsilnya. Rese kan? Lagi2 siapa yang harus dengan bosannya mencarikannya pinsil dan setip baru? = Gue. Jadi itu sebabnya gue merasa perlu over stock alat2 tulis dirumah.
Begitupun dengan buku2nya. Baru mulai sekolah bulan Juli lalu tapi semua buku2nya sudah pada lecek minta ampun. Mau gue beliin buku yang baru pun tanggung- karena semester kedua tinggal sebentar lagi. Semua bukunya memang gue sampul plastik, tapi itu nggak banyak pengaruhnya. Ada beberapa buku cetaknya yang lembaran2nya lepas dari jildnya *Believe me, itu bukan karena dia rajin membaca bukunya*. Jadi selain bertugas menyediakan pinsil dan setip hampir setiap hari, gue juga harus rajin mengurut halaman per halaman buku2nya yang lepas. Kind of side job, huh? Pernah gue tanya kenapa bisa sampe hancur begitu buku2nya? Jawabnya : masuk selokan. Kenapa juga buku bisa sampe masuk selokan, Nina? Aarrgghh! Selokan itu kan adanya diluar kelas/rumah. Trus bagaimana dengan buku2nya yang lain? Dia cuma angkat bahu. Bzziighh!! Wali kelasnya sendiri pun pernah mengeluhkan masalah buku2nya yang jelek dan bercerai-berai itu. Nina! Anak perempuan tapi kok nggak rapihan ya?
Ada satu lagi, masalah topi sekolah. Belum genap satu semester gue sudah 3 kali beliin dia topi baru. Yang hebat, dasi belum pernah hilang satu kalipun! Gue gak mau dia disetrap gurunya karena nggak pake topi disaat upacara bendera. Terakhir kalinya gue beliin dia topi sekitar 2 minggu yang lalu, dan yang ternyata 3 hari kemudian topinya yang lama tiba2 saja ditemukan lagi didalam mobil- nggak jelas juga disebelah mananya mobil karena selama 3 hari itu kita nggak pernah melihat ada topi keleleran didalam mobil.
Dan ini semua bukan masalah pemborosan uang-nya. Tapi ini soal kecerobohan dan ketidak disiplinan si Nina itu loh. She is so careless! Kita sampe udah pada bosen blablabla kasih pengertian ke anaknya agar lebih bertanggung jawab dengan barang2nya sendiri, tapi hal2 remeh-temeh seperti ini dijamin terulang lagi dan lagi.
Oke, ini hari ke-2 Nina ulangan umum (5 hari) semester pertama. Sumpe, gue yang depressed! Padahal anaknya nyantai2 aja- siap nggak siap, bisa nggak bisa. Gue selalu ketakutan dia asal mengerjakan soalnya, terburu-buru, atau tidak teliti. Tapi yang paling gue takuti kalo dia sampai keluar kelas sebelum waktunya selesai cuma karena dia merasa nggak bisa mengerjakan soalnya dan merasa nggak penting buat berlama2 memikirkan soal yang dia nggak bisa. Parno nggak sih? Susahnya gue nggak bisa mengawasi dia di sekolah. Padahal punya anak seperti Nina memang idealnya gue jadi fulltime mother- kalo perlu seharian ikutan nongkrong diluar kelasnya mengamatinya belajar.
**Ini kenapa jadi ngomongin anak melulu?
Wednesday, December 08, 2004
GAK NYAMBUUUNG ..
Gue jadi teringat,
Telpon bunyi.
"An?" Panggil suara diseberang sana.
"Yak! Udah nyampe dimana loe Mel?"
"Sorriiiii, gue baru keluar nih. Ini lagi turun di lift."
"Bukunya loe bawa kan?"
"---"
"Bukunya loe bawa, nggak?"
"tut, tut, tuutt,... " Sambungan sudah diputus.
Geblek! Nelpon cuma mo lapor gitu doang? Beuh,...
10 menit kemudian gue telpon balik.
"Udah sampe mana Mel?"
"Aduh mak, kayaknya macet banget nih!"
"Emang kapan pernah nggak macet? Udah, buruan!"
"Tungguin ya?"
"Bukunya loe bawa nggak?"
"Bawa. Bawa."
"Di Excellso ya Mel? Inget."
"---"
"Kayaknya sih ini dilantai dua atau dilantai tiga. Tanya orang aja kalo gak tauk." Gue cuma sekedar menebak- nebak.
"---"
"Mel?" Sambungan sudah dia putus lagi! BT banget.
Hampir 30 menit kemudian dia telpon.
"An, gue udah nyampe nih. Lantai berapa tuh?"
"Kalo nggak dilantai dua, ya dilantai tiga. Atau loe tanya sama orang aja deh." Sepertinya gue harus mengulang apa yang udah gue bilang lewat telpon setengah jam yang lalu.
Baru juga 5 menit dia kembali telpon.
"Gimana sih loe? Satpam bilang nggak ada kafe Excellso disiniiiii...."
"Haaa? Itu satpam baru mulai masuk kerja hari ini kali tuh."
"Ini gue dilantai dua, tauuuk! Barusan ke lantai tiga juga gak ada tuh yang namanya kafe Excellso. Ini depstore semua neh."
"Eh! Jangan matiin telpon dulu, denger, loe sebenernya dimana sih?"
"Gue dilantai dua!"
"Iya dimana? BlokM Plaza?" Gue jadi mulai ragu sama dia
"Sarinah Thamrin"
"Sarinah Thamriiiin???" Aduh! *TEPOK JIDAT*, "Yang bilang di Sarinah Thamrin tuh sapaa???" Busset deh dia ini bener2 tulaliiittt .. Pantes aja gak ketemu!
Intinya, hari itu kita batal ketemu.
Pikir aja sendiri : Gue nunggu dia di BlokM Plaza - dia nyusul gue ke Sarinah Thamrin! Miskomunikasi. Acara ketemuannya gagal dengan sukses!
Lagipula sudah terlanjur capek jasmani dan rohani.
Sebenernya sapa sih yang bego? Bikin janji kok kupingnya gak dipasang?
Aaarrrggghhh!!!!
Telpon bunyi.
"An?" Panggil suara diseberang sana.
"Yak! Udah nyampe dimana loe Mel?"
"Sorriiiii, gue baru keluar nih. Ini lagi turun di lift."
"Bukunya loe bawa kan?"
"---"
"Bukunya loe bawa, nggak?"
"tut, tut, tuutt,... " Sambungan sudah diputus.
Geblek! Nelpon cuma mo lapor gitu doang? Beuh,...
10 menit kemudian gue telpon balik.
"Udah sampe mana Mel?"
"Aduh mak, kayaknya macet banget nih!"
"Emang kapan pernah nggak macet? Udah, buruan!"
"Tungguin ya?"
"Bukunya loe bawa nggak?"
"Bawa. Bawa."
"Di Excellso ya Mel? Inget."
"---"
"Kayaknya sih ini dilantai dua atau dilantai tiga. Tanya orang aja kalo gak tauk." Gue cuma sekedar menebak- nebak.
"---"
"Mel?" Sambungan sudah dia putus lagi! BT banget.
Hampir 30 menit kemudian dia telpon.
"An, gue udah nyampe nih. Lantai berapa tuh?"
"Kalo nggak dilantai dua, ya dilantai tiga. Atau loe tanya sama orang aja deh." Sepertinya gue harus mengulang apa yang udah gue bilang lewat telpon setengah jam yang lalu.
Baru juga 5 menit dia kembali telpon.
"Gimana sih loe? Satpam bilang nggak ada kafe Excellso disiniiiii...."
"Haaa? Itu satpam baru mulai masuk kerja hari ini kali tuh."
"Ini gue dilantai dua, tauuuk! Barusan ke lantai tiga juga gak ada tuh yang namanya kafe Excellso. Ini depstore semua neh."
"Eh! Jangan matiin telpon dulu, denger, loe sebenernya dimana sih?"
"Gue dilantai dua!"
"Iya dimana? BlokM Plaza?" Gue jadi mulai ragu sama dia
"Sarinah Thamrin"
"Sarinah Thamriiiin???" Aduh! *TEPOK JIDAT*, "Yang bilang di Sarinah Thamrin tuh sapaa???" Busset deh dia ini bener2 tulaliiittt .. Pantes aja gak ketemu!
Intinya, hari itu kita batal ketemu.
Pikir aja sendiri : Gue nunggu dia di BlokM Plaza - dia nyusul gue ke Sarinah Thamrin! Miskomunikasi. Acara ketemuannya gagal dengan sukses!
Lagipula sudah terlanjur capek jasmani dan rohani.
Sebenernya sapa sih yang bego? Bikin janji kok kupingnya gak dipasang?
Aaarrrggghhh!!!!
Thursday, December 02, 2004
Sentimentil
Mungkin nggak banyak orang yang suka membayangkan atau memikirkan sesuatu hal (yang terlihat sehari -hari) yang nggak ada hubungannya dengan diri mereka sendiri dengan begitu dalem seperti gue. Segala hal yang membuat emosi gue tergerak- otomatis meresap dikepala gue untuk selanjutnya terus gue pikirin. Bisa hal2 yang bikin gue panas (sampe2 pengen banged mukulin orang, hehhehee..) bisa juga hal2 yang bener2 bikin gue haru ingin bisa sedikit membantu.
Kalo ada yang nanya gue mengenai hal2 apa yang benar2 paling membuat gue terenyuh haru, sekarang gue tauk jawabannya : Kaum tuna netra. Kenapa? Buat gue pribadi, menjadi miskin- menjadi yatim piatu- menderita cacat fisik lainnya (tunarungu, tunawicara, dsb) dan kekurangan2 manusia lainnya, itu masih jauuuuuh lebih beruntung dibandingkan mereka yang tidak dapat melihat, karena bagaimanapun kita semua tahu seperti apa warna merah itu, seperti apa rupa langit itu, seperti apa indah dan buruknya dunia, seperti apa wajah ayah dan ibu kita, seperti apa wajah orang2 yang kita sayangi, yang kita kenal, dan bagaimana mereka terlihat dengan segala ekspresi diwajah mereka. Mereka bahkan tidak tahu seperti apa rupa mereka sendiri.
They could only see the darkness.....
Duh! Sedih membayangkan mereka yang terlahir buta. Apakah mereka mampu membayangkan wujud dari apa yang mereka raba dan apa yang mereka cium seperti layaknya orang normal melihat sesuatu?
Kalo ada yang nanya gue mengenai hal2 apa yang benar2 paling membuat gue terenyuh haru, sekarang gue tauk jawabannya : Kaum tuna netra. Kenapa? Buat gue pribadi, menjadi miskin- menjadi yatim piatu- menderita cacat fisik lainnya (tunarungu, tunawicara, dsb) dan kekurangan2 manusia lainnya, itu masih jauuuuuh lebih beruntung dibandingkan mereka yang tidak dapat melihat, karena bagaimanapun kita semua tahu seperti apa warna merah itu, seperti apa rupa langit itu, seperti apa indah dan buruknya dunia, seperti apa wajah ayah dan ibu kita, seperti apa wajah orang2 yang kita sayangi, yang kita kenal, dan bagaimana mereka terlihat dengan segala ekspresi diwajah mereka. Mereka bahkan tidak tahu seperti apa rupa mereka sendiri.
They could only see the darkness.....
Duh! Sedih membayangkan mereka yang terlahir buta. Apakah mereka mampu membayangkan wujud dari apa yang mereka raba dan apa yang mereka cium seperti layaknya orang normal melihat sesuatu?
Monday, November 29, 2004
Perempuan Malam
Sebenarnya sih sudah dari dulu2 gue terbiasa melihat mereka berkeliaran disekitar jalan Mahakam - Bulungan - dan Melawai, terutama setiap gue pulang diatas jam 6 sore. Udah nggak aneh. Perempuan2 berbaju serba ketat dan serba minim dengan berbagai ukuran mereka. Yang ceking, yang montok, yang jangkung, yang pendek, hitam, putih, coklat - tinggal dipilih saja sesuai selera anda. Mereka eksis setiap harinya terutama Sabtu malam. Hebatnya, disetiap bulan Ramadhan pun mereka masih saja rajin bekerja!
Semalam gue ke wartel terdekat yang berada diseberang gereja, yang ternyata cuma 3 meter dari salah satu tempat mereka berkumpul. Tepat disamping Citibank Melawai. Biasanya gue cuma melihat mereka sepintas lalu, tapi kali ini gue bisa mengamati mereka dari dekat karena kebetulan saat itu ada 2 dari mereka yang tengah duduk didalam wartel sempit ini. Yang seorang duduk merokok sambil tangannya sesekali merapikan posisi bustier (kelihatannya sesak sekali) yang dia pakai. Yang seorang lagi sibuk merias wajahnya yang menurut gue bedak - lipstik - dan maskaranya sudah terlihat cukup tebal untuk dipakai 3 hari (persis artis kabuki). Riasannya malah membuat wajahnya jadi tampak menyeramkan. Sangar gitu loh. Dan tiba2 saja gue jadi nggak yakin dengan jenis kelaminnya. Sebenarnya dia ini perempuan asli apa waria sih? Umumnya hanya kaum waria yang merasa perlu berdandan menor begitu. Tapi,... 'nenen'nya ada tuh, menyembul dibalik baju berdada rendahnya *heuh,... waria juga banyak sih yang punya 'nenen'*
Gue tauk ada banyak motivasi yang membuat perepuan jadi pelacur. Sungguh, sebetulnya gue nggak sampai hati & nggak nyaman menyebut kata 'pelacur', lagipula gue memang bukan mau membahas ini. It's their life. Alasan mereka pake baju ketat & yang seminim mungkin, gue bisa mengerti, karena itulah cara mereka ber-iklan dan mempromosikan dagangan mereka. Kalo nggak begitu klien bisa bingung membedakan mereka dengan perempuan kebanyakan. Bisa2 dagangan mereka malah nggak terjual!
Tapi yang gue nggak ngerti, apa perlunya sih merias wajah setebal dan seseram itu? *Gue masih kepikiran dia itu waria apa perempuan asli*.
Memangnya di bisnis mereka ini para klien 'mementingkan' wajah juga? Seandainya gue laki2 calon klien, wah, mungkin bodi yang nomer satu gue liat- tapi sudah pasti tidak dengan yang bermake-up seram seperti ini.
Monday, November 22, 2004
Naik becak
Sampe umurnya yang sekarang (6 tahun) Nina itu belom pernah liat becak kecuali liat gambar atau fotonya doang. Jadi, apalagi pernah naek becak? Uh, boro - boro. Kasian bener ya? Gue baru menyadarinya hari Kamis minggu lalu, masih dalam suasana lebaran dan masih liburan. Karena lagi nggak ada siapa2 dirumah (*I miss you, hon), kita berdua pergi ke rumah kakak sepupu gue yang rumahnya juauh buanged di Pamulang. Kalau tidak salah ingat, terakhir gue maen kesana itu sekitar 3 atau 4 tahun yang lalu. Jadi ceritanya gue maok kasih surprise dengan tiba2 nongol disana.
Hebatnya Jakarta dimusim libur lebaran, kita bisa sampe disana cuma dalam waktu kurang dari 40 menit. Asoy nggak sih? Coba setiap hari jalanan di Jakarta seperti ini. Wah, nikmat betul!
Begitu taksi masuk kedalam kompleks perumahan tempat sepupu gue tinggal, Nina minta turun karena dia melihat banyak becak bergerombol didepan kompleks. "Mami, naik becak dong" Pintanya. Ya sudah, kita turun disitu lalu gue nawar becak. Pake kira2 aja, karena gue juga nggak tauk berapa harus bayar becak ke rumah sepupu gue yang masih jauh masuk kedalam kompleks. "Tiga ribu pak" Dengan yakinnya gue nyebut jumlah segitu. Ternyata si bapak setuju sambil langsung menunggingkan becaknya sedikit agar kita bisa naik dengan mudah. Nina melompat duduk paling dulu. Tampaknya dia senang sekali, terlebih saat becak mulai melaju lalu melintasi beberapa kali polisi tidur *Ih gak sopan banget tuh polisi tiduran dijalan*. Wah! Senang melihat tampangnya berseri-seri begitu. Gue sendiri agak2 trauma naik becak dijalan beraspal morat marit seperti ini. Kondisi jalanannya becek pula disana sini. Soalnya dulu sewaktu esempe gue pernah ngalamin nyungsep sama becak2nya! *Abangnya sampe mental gitu loh!* Jadinya gue ngeri aja kalo sampe ada kejadian lagi. Soalnya gue sadar betul kalo berat gue ditambah berat Nina itu tergolong ringan, yang artinya bisa membuat si bapak tergoda buat ngebut. Plis deh, jangan coba2 ya pak?
Sampai dimuka rumah sepupu gue si bapak gue minta buat tunggu sebentar. Rumahnya keliatan sepi banget dari luar. Yah! Maok bikin kejutan ternyata gue sendiri yang terkejut. Jauh2 dateng kemari mendapati rumah mereka kosong dengan pintu pagar di gembok. Akhirnya gue telpon sepupu gue itu, ia bilang mereka sedang berada di Kebayoran Baru.
*Huuaah,.. yang disana kemari, yang disini kesana!*
Nina terlihat semakin girang, nggak peduli tantenya ada atau tidak, "Balik lagi nih, mi? Naek becak lagi ya?" Ia masih duduk nangkring diatas becak.
"Ya sudah pak, balik lagi sampe depan jadi pas lima ribu ya?" Kata gue ke si bapak. Lagi2 si bapak setuju saja. So, balik lagilah kita kedepan kompleks. Gajrut2 lagi diatas becak sambil berpegangan kenceng2. Ngeri terlempar keluar. Jalanannya terlihat kering tapi lobang2nya becek. Sungguh merupakan penampung air dan lumpur yang baik. Baru saja gue selesai berpikir demikian, sebuah mobil melaju cepat disamping becak dan, "Croottt!!" Rasanya dingin di pipi. Sia**n!! Dasar orang gak sopan sedunia! Gue sibuk menyumpah serapah sementar Nina, yang walaupun ikut kecipratan malah ter- pingkal2 geli. Great! Memang lucu sih, tapi tidak selucu yang kamu pikir, Nina! Ini konyol! Beredar dijalanan dengan pakaian terciprat air lumpur yang coklat. Memang tidak betul2 banyak, tapi jelas2 kelihatan kotor. Beuh! Belum juga sampai didepan komplek- tukang becak dan penumpangnya terlihat sama2 kotor. Masalah masih ditambah dengan susahnya mencari taksi di daerah itu *yang banyak cuma ojek sama angkooot, melulu!*.
Setelah 15 menit berdiri putus asa menunggu taksi didepan kompleks dengan pakaian kotor seperti ini, akhirnya gue putuskan buat 'cuek beibeh' naik angkot yang menuju lebak bulus dengan tatapan mata orang2 seangkot mempertanyakan pakaian kita yang kotor seolah menuduh : "Ini ibu sama anak abis ngapain sih? Gulat di lumpur?". Bzziggh!!
"Naek becak enak ya, mami? Seru! Besok2 Nina mauk lagi ya?" Katanya.
**Gak Janji, ya?**
Labels:
heboh,
jalan2,
kocak,
nina,
on the way,
transportasi
Thursday, November 18, 2004
yang kelupaan
'Mengucapkan...
SELAMAT HARI RAYA IEDUL FITRI 1425 H
MINAL AIDZIN WAL FAIDZIN
MOHON MAAF LAHIR & BATHIN !!!
Haduuhh... baru kali ini bisa nge-post setelah liburan puaanjaaang!
Maap2 lahir bathin ya oom, jeng, tante, pak, bu, mbak, mas, adek2 yang merayakan Iedul Fitri- yang kebetulan mampir kemari, yang kebetulan pernah ngalamin kejadian ngeselin gara2 gue, atau mungkin juga karena kata2 gue di blog ber-tatabahasa koboi ini pernah bikin sakit hati, ngeselin, dan bete ngebacanya.
Harap di maafin yaaaa... pleaseee....
Thursday, November 11, 2004
Lebaran Sebentar Lagi!
Hari ini hari kedua menjelang Iedul Fitri. Hari pertama dapat jatah libur dari kantor. Senangnya! Senang karena tidak lama lagi lebaran, senang karena tidak perlu lagi terkantuk-kantuk dan nyolong2 tidur dikantor. Hueh!
Kesibukan pertama di pagi ini adalah pergi ke bank dilanjutkan dengan pergi ke sebuah superstore. Bukan buat belanja keperluan lebaran seperti umumnya orang2, tapi buat cari kursi kecil pelengkap meja kecil Nina yang sudah rusak. Tapi pada akhirnya gue pun belanja yang lainnya juga selain kursi kecil. Belanja beberapa barang yang harusnya kurang penting dibeli saat ini.
Bulan puasa dan hari2 menjelang lebaran memang terasa berbeda. Selain kesenangan melihat kesibukan orang2 dimana-mana, juga timbul keharuan melihat keuletan orang2 yang masih berusaha mencari sedikit rezeki dengan macam2 jenis dagangan kecil2an mereka (yang sepi pembeli) disepanjang jalan yang hanya duduk2 bengong menanti pembeli, melihat tukang2 sapu jalanan yang tengah duduk mengaso, tukang2 parkir yang berdiri diam mengawasi mobil2 diparkiran, sementara orang2 lain lalulalang membawa kantong2 belanjaan mereka. Duh! Gue selalu saja "sensi" dengan kondisi orang2 seperti mereka ini. Memang, tentunya ada diantara mereka2 ini yang memang sengaja cari kesempatan berdagang di moment seperti ini, tapi pastinya juga banyak yang terkondisi untuk harus tetap berupaya walau sebenarnya mereka ingin bisa seperti orang2 yang lalulang didepan mereka- menikmati belanja ini dan itu buat lebaran. Terpikir oleh gue : apakah ada yang memberi mereka THR? Rasanya tidak. Sepertinya mereka harus giat berusaha sendiri. Syukur2 ada orang2 baik hati yang memberi mereka sedikit rezeki sebagai ganti THR.
Ya, gue selalu simpati kepada mereka2 ini, yang masih mau bekerja dan ulet. Juga pada para tunawisma dan gelandangan sejati. Sepanjang pengamatan gue, walaupun gak punya apa2 mereka lebih memilih mengais-ngais tempat sampah ketimbang meminta-minta. Jika diberi mereka mau menerima, tapi mereka tidak meminta- minta (Nggak heran jika banyak gelandangan yang jadi orang gila karena tekanan hidup dijalanan). Jadi jangan harap gue mau bersimpati ke para pengemis profesional terutama yang terlihat segar bugar. Para pemalas sehat yang nggak tahu malu meminta-minta ke semua orang yang lewat didepan mereka.
Ah! Gue sendiri pun nggak bisa menolong mereka semua walaupun gue ingin. Gue bukan orang kaya, apalagi Dewa. Gue cuma bisa sekedar memberi sedikit kelebihan rezeki gue pada beberapa dari mereka. Dan gue senang melihat ekspresi bahagia dan syukur mereka menerima pemberian gue yang tidak seberapa itu. Tapi Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah. Gue berharap rezeki mereka akan menjadi lebih baik nantinya. Tentunya rezeki gue juga, supaya gue bisa lebih banyak lagi membantu mereka yang membutuhkan.
Amien.
Sunday, October 31, 2004
SpOrt jantung
Udah lama gue nggak naek KA Jabotabek. Hari ini berhubung gue ada urusan ke Bogor dan nggak ada kendaraan, akhirnya gue pergi juga pake KA Jabotabek dari stasion Kalibata. Pengennya sih naek KA Pakuan, tapi berhubung stasion Kota jauh banget, gue lebih memilih buat naek KA Jabotabek biasa dari Kalibata. Gue pergi hanya berdua Nina.
Selesai membeli tiket gue lihat sudah ada KA yang datang. Sepertinya penuh sesak banget! *mana ada sih KA Jabotabek yg kosong melompong?* Jadi gue pikir lebih baik gue menunggu KA setelahnya saja. Namun saat melangkah pelan2 sepanjang peron (di sisi KA yg sdg berhenti), baru terlihat kalo tiap2 gerbong umumya tidak penuh, tapi hanya terlihat penuh karena banyak cowok2 senang berdiri disekitar pintu. Sepertinya nggak apa2 kalo kita ikut KA yang ini. Berdiripun gak masalah, toh masih banyak tempat lega. KA terlihat bergerak sedikit, jadi gue sorong tangan Nina agar dia cepat melangkah masuk kedalam KA, pas disaat yang sama KA terlihat mulai bergerak sedikit makin cepat. Gue khawatir gue sendiri yang gak sempat melangkah kedalam KA, jadi gue menarik Nina keluar, tapi orang2 dipintu kereta menahannya [maksudnya agar ia tidak terjatuh] sementara kereta mulai melaju makin kencang. Gue panik tanpa melepas tangan Nina sedikitpun. Nina sudah ber teriak2 dan saat itu gue pun sudah sedikit berlari. Dikepala gue terbayang resiko Nina terbawa dalam KA sendirian sementara gue tertinggal di stasion hingga tanpa pikir panjang gue loncat kedalam KA ditarik beberapa orang cowok2 sampai gue menubruk seorang diantaranya. Telat 3 detik loncat, ataupun jika gue tidak ditarik orang2 yang ada dipintu, gue pasti sudah terseret KA. I'd be very very death! OMG. Muka gue langsung berubah sepucat hantu! Jantung gue serasa lepas sesaat dan kemudian ber debar2 kenceeeeng banget! *Bungy Jumping juga gak gini2 amat rasanya. Sumpe!* Gue peluk si Nina dengan badan gemetaran. Untung dia nggak nangis, tapi gue tahu dia juga pucat dan gemetar.
Belum juga deg2an gue hilang, gue denger ada beberapa orang yang menggerutu dan ngomel2 kearah gue, "Gimana sih bu? Jangan ragu2 begitu dong kalo kereta udah mulai bergerak! Cepet loncat atau gak usah naek sama sekali!" Ujar seorang ibu2 dengan ketusnya. Gue diam saja. Masih pucat, deg2an, dan gemetaran. Ih, itu orang bukannya kasian sama gue malah ngomelin gue segala. Dia pikir gue maok coba2 bunuh diri, apa? Maok coba2 dengan sengaja membahayakan jiwa gue sama si Nina, apa? Beuh!
Waaa.... that was soooo close!
Selesai membeli tiket gue lihat sudah ada KA yang datang. Sepertinya penuh sesak banget! *mana ada sih KA Jabotabek yg kosong melompong?* Jadi gue pikir lebih baik gue menunggu KA setelahnya saja. Namun saat melangkah pelan2 sepanjang peron (di sisi KA yg sdg berhenti), baru terlihat kalo tiap2 gerbong umumya tidak penuh, tapi hanya terlihat penuh karena banyak cowok2 senang berdiri disekitar pintu. Sepertinya nggak apa2 kalo kita ikut KA yang ini. Berdiripun gak masalah, toh masih banyak tempat lega. KA terlihat bergerak sedikit, jadi gue sorong tangan Nina agar dia cepat melangkah masuk kedalam KA, pas disaat yang sama KA terlihat mulai bergerak sedikit makin cepat. Gue khawatir gue sendiri yang gak sempat melangkah kedalam KA, jadi gue menarik Nina keluar, tapi orang2 dipintu kereta menahannya [maksudnya agar ia tidak terjatuh] sementara kereta mulai melaju makin kencang. Gue panik tanpa melepas tangan Nina sedikitpun. Nina sudah ber teriak2 dan saat itu gue pun sudah sedikit berlari. Dikepala gue terbayang resiko Nina terbawa dalam KA sendirian sementara gue tertinggal di stasion hingga tanpa pikir panjang gue loncat kedalam KA ditarik beberapa orang cowok2 sampai gue menubruk seorang diantaranya. Telat 3 detik loncat, ataupun jika gue tidak ditarik orang2 yang ada dipintu, gue pasti sudah terseret KA. I'd be very very death! OMG. Muka gue langsung berubah sepucat hantu! Jantung gue serasa lepas sesaat dan kemudian ber debar2 kenceeeeng banget! *Bungy Jumping juga gak gini2 amat rasanya. Sumpe!* Gue peluk si Nina dengan badan gemetaran. Untung dia nggak nangis, tapi gue tahu dia juga pucat dan gemetar.
Belum juga deg2an gue hilang, gue denger ada beberapa orang yang menggerutu dan ngomel2 kearah gue, "Gimana sih bu? Jangan ragu2 begitu dong kalo kereta udah mulai bergerak! Cepet loncat atau gak usah naek sama sekali!" Ujar seorang ibu2 dengan ketusnya. Gue diam saja. Masih pucat, deg2an, dan gemetaran. Ih, itu orang bukannya kasian sama gue malah ngomelin gue segala. Dia pikir gue maok coba2 bunuh diri, apa? Maok coba2 dengan sengaja membahayakan jiwa gue sama si Nina, apa? Beuh!
Waaa.... that was soooo close!
Saturday, October 23, 2004
OH MYGOD
'Besok pagi saya pergi sama mama'
'Kemana?'
'Menengok keponakan saya dipenjara'
'Dipenjara? Siapa? Wolfgang?'
'Bukan. Adiknya yang lelaki'
Gue melongo. Gue ingat Wolfgang punya 2 orang adik.
'Berapa umurnya sekarang?'
'Hhm, sekitar tiga atau empat belas tahun'
Gue semakin melongo.
'Oke' Kata gue tanpa merasa perlu bertanya-tanya lebih jauh ke Raymond saat itu juga. Apa- kenapa- dan bagaimana. Mungkin nanti jika saatnya tepat- saat lagi santai. Dan gue bener2 terkesima. Ini betul2 berita baru yang menarik buat gue. Semua cerita yang menyangkut Dafne selalu menarik perhatian gue. Dan sepertinya sekarang anaknya mewarisi kelakuan ibunya.
Dafne adalah adik perempuan Raymond yang paling bungsu, yang paling pendek, dan yang paling berbeda kelakuannya diantara ke-3 orang kakaknya. Usianya satu tahun diatas gue. Segala cerita mengenai jalan hidupnya benar2 membuat gue terkagum- kagum. Kagum bukan lantaran dia sukses menjalani hidupnya, namun kagum justru lantaran dia begitu berani mengabaikan, men-siasiakan, dan membuang setiap waktu dalam hidupnya tanpa tujuan bermanfaat- sejak ia masih terbilang anak kecil hingga detik ini. She's out of control. Hidup diluar norma dan gaya hidup orang2 yang gue kenal pada umumnya.
Diusia 12 tahun dia mulai mengenal drugs, berhenti sekolah, dan kabur dari rumah dengan pacarnya *Plis deh, diumur segitu gue cuma tauknya belajar dan maen- 18 thn baru mulai pacar2an*. Setahun kemudian diusianya yang ke 13 dia melahirkan seorang anak, si Wolfgang ini [sekarang sekitar 18-19 thn], yang kemudian diasuh oleh kakek neneknya. Beberapa tahun kemudian dia melahirkan lagi, kali ini dari pacarnya yang berbeda, dan kembali melahirkan lagi, juga tanpa pernah menikah. Dua anaknya yang terakhir ini diadopsi oleh orang lain, karena si ibu yang junkies tidak diijinkan pemerintah buat merawat sendiri anaknya. Kemudian dia dia pindah ke Inggris. Raymond bilang sih, disana dia nggak ngapa2in. Berhubung pacarnya yg sama2 junkies itu cowok Inggris, jadi dia ikut saja pindah kesana. Walau akhirnya mereka putus, Dafne tetap tinggal di Inggris. Tetep nge-junkies dan tetep nganggur. Gak tauk deh gimana cara mereka ini pada survive. Dua tahun terakhir ini Dafne sudah pulang kampung lagi. Tetep nge-junkies dan tetep nganggur. Tapi kabarnya sekarang dia berubah jadi lesbian. Weh! *Kok bisa?*
'Si Dafne ikut nengokin juga?'
Raymond diam sejenak, 'Dia kan juga lagi dipenjara'
O-oow... Sedang dipenjara juga? Gue bener2 tambah melongo. Terkesan dengan kenyataan adanya orang yang menjalani hidupnya dengan asal dan begitu sembarangan. Gak karuan2. Nggak jelas. Tanpa tanggungjawab dan tanpa rasa beban. Nggak ada tobat2nya. Hebat euy. Seperti cerita di filem.
But I like her anyway. She's different!
'Kemana?'
'Menengok keponakan saya dipenjara'
'Dipenjara? Siapa? Wolfgang?'
'Bukan. Adiknya yang lelaki'
Gue melongo. Gue ingat Wolfgang punya 2 orang adik.
'Berapa umurnya sekarang?'
'Hhm, sekitar tiga atau empat belas tahun'
Gue semakin melongo.
'Oke' Kata gue tanpa merasa perlu bertanya-tanya lebih jauh ke Raymond saat itu juga. Apa- kenapa- dan bagaimana. Mungkin nanti jika saatnya tepat- saat lagi santai. Dan gue bener2 terkesima. Ini betul2 berita baru yang menarik buat gue. Semua cerita yang menyangkut Dafne selalu menarik perhatian gue. Dan sepertinya sekarang anaknya mewarisi kelakuan ibunya.
Dafne adalah adik perempuan Raymond yang paling bungsu, yang paling pendek, dan yang paling berbeda kelakuannya diantara ke-3 orang kakaknya. Usianya satu tahun diatas gue. Segala cerita mengenai jalan hidupnya benar2 membuat gue terkagum- kagum. Kagum bukan lantaran dia sukses menjalani hidupnya, namun kagum justru lantaran dia begitu berani mengabaikan, men-siasiakan, dan membuang setiap waktu dalam hidupnya tanpa tujuan bermanfaat- sejak ia masih terbilang anak kecil hingga detik ini. She's out of control. Hidup diluar norma dan gaya hidup orang2 yang gue kenal pada umumnya.
Diusia 12 tahun dia mulai mengenal drugs, berhenti sekolah, dan kabur dari rumah dengan pacarnya *Plis deh, diumur segitu gue cuma tauknya belajar dan maen- 18 thn baru mulai pacar2an*. Setahun kemudian diusianya yang ke 13 dia melahirkan seorang anak, si Wolfgang ini [sekarang sekitar 18-19 thn], yang kemudian diasuh oleh kakek neneknya. Beberapa tahun kemudian dia melahirkan lagi, kali ini dari pacarnya yang berbeda, dan kembali melahirkan lagi, juga tanpa pernah menikah. Dua anaknya yang terakhir ini diadopsi oleh orang lain, karena si ibu yang junkies tidak diijinkan pemerintah buat merawat sendiri anaknya. Kemudian dia dia pindah ke Inggris. Raymond bilang sih, disana dia nggak ngapa2in. Berhubung pacarnya yg sama2 junkies itu cowok Inggris, jadi dia ikut saja pindah kesana. Walau akhirnya mereka putus, Dafne tetap tinggal di Inggris. Tetep nge-junkies dan tetep nganggur. Gak tauk deh gimana cara mereka ini pada survive. Dua tahun terakhir ini Dafne sudah pulang kampung lagi. Tetep nge-junkies dan tetep nganggur. Tapi kabarnya sekarang dia berubah jadi lesbian. Weh! *Kok bisa?*
'Si Dafne ikut nengokin juga?'
Raymond diam sejenak, 'Dia kan juga lagi dipenjara'
O-oow... Sedang dipenjara juga? Gue bener2 tambah melongo. Terkesan dengan kenyataan adanya orang yang menjalani hidupnya dengan asal dan begitu sembarangan. Gak karuan2. Nggak jelas. Tanpa tanggungjawab dan tanpa rasa beban. Nggak ada tobat2nya. Hebat euy. Seperti cerita di filem.
But I like her anyway. She's different!
Thursday, October 21, 2004
Ramadhan & berpuasa
Bulan ramadhan memang merupakan bulan yang paling berbeda dibandingkan bulan2 lainnya. Bener lho! Biarpun gak pernah gue tunggu2, tapi gue selalu saja merasakan kesenangan yang berbeda setiap kali ramadhan datang. Puasa- ataupun tidak puasa. Lebih2 waktu gue masih anak ingusan. Ikutan shalat taraweh [walau sebenernya cenderung ngincer buat maen2nya doang sama teman2 yang laen] dan setelahnya disambung main petasan *Biar perempuan dulu gue hobi maen petasan*. Aura suasana yang tercipta setiap kali ramadhan memang terasa jelas berbeda dengan suasana hari2 biasanya. Terutama menjelang saat berbuka puasa.
Dulu2 tea, jaman2 baru mulai kerja, gue beranggapan datangnya bulan puasa bisa membuat pengeluaran gue sedikit lebih irit. Logikanya, karena dengan berpuasa kita tidak perlu mengeluarkan uang untuk makan siang atau beli2 cemilan gak penting lainnya. Kenyataannya, gue salah besar! Justru dibulan puasa pengeluaran gue jadi semakin besar. Selain buat beramal, saat buka puasa pengennya makan segala macem. Belum lagi seringnya malah buka puasa bersama keluarga dan teman2 diluar [resto]. Payah! Dan ini pun belum terhitung pengeluaran buat beli2 keperluan lainnya untuk menyambut Lebaran. Hehehhee... Sekarang baru terpikir kalo bulan ramadhan itu memang bulan yang nikmat, tapi sekaligus bulan paling bangkrut dalam satu tahun *sigh* Tapi tentunya Allah tidak akan pernah lupa buat selalu kasih kita rejeki. Iya kan?
Dulu2 tea, jaman2 baru mulai kerja, gue beranggapan datangnya bulan puasa bisa membuat pengeluaran gue sedikit lebih irit. Logikanya, karena dengan berpuasa kita tidak perlu mengeluarkan uang untuk makan siang atau beli2 cemilan gak penting lainnya. Kenyataannya, gue salah besar! Justru dibulan puasa pengeluaran gue jadi semakin besar. Selain buat beramal, saat buka puasa pengennya makan segala macem. Belum lagi seringnya malah buka puasa bersama keluarga dan teman2 diluar [resto]. Payah! Dan ini pun belum terhitung pengeluaran buat beli2 keperluan lainnya untuk menyambut Lebaran. Hehehhee... Sekarang baru terpikir kalo bulan ramadhan itu memang bulan yang nikmat, tapi sekaligus bulan paling bangkrut dalam satu tahun *sigh* Tapi tentunya Allah tidak akan pernah lupa buat selalu kasih kita rejeki. Iya kan?
Wednesday, October 13, 2004
who's online here daily
Do you see your nickname here?
I have to admit that I can not spend a day without Yahoo! Messenger. I don't chat often, but I prefer to keep the messenger ON during my daytime online at my work. Biasalah, karena umumnya cuma buat celetuk2an aja sama anak2, atau kalo lagi perlu nanya2 sesuatu. Jadi jarang banget terjadi chat yang serious. Kayaknya gue seneng aja buat sekedar tauk siapa2 aja yg lagi pada online.
Sunday, October 10, 2004
Undangan ceramah
Pagi2 Siska udah telpon, "Gimana An? Udah ditelpon belom?". Ini mengenai perubahan pesanan kue dalam box yang semula 100 menjadi 75. "Udah bu, tenang aja. Sampe ketemu nanti ya?" Jawab gue. Sebenernya gue mo bilang kalo 75 box pun masih kebanyakan. Gue gak yakin ada lebih dari 25 orang yang akan datang nanti ke acara Silaturahmi bersama menjelang Ramadhan [Alumni 70]. Tapi gue merasa nggak harus berkomentar mengenai pesanan kue yang memang bukan urusan gue sebenarnya. Gue cuma ngebantu meralat jumlah pesanan.
Jam 3 kurang 15 mnt Gungun dateng. Hueh! Padahal gue udah pesenin buat jemput jam setengah 4-an aja. Kan gue masih ngantuk loh! Masih pengen tidur. Lagipula kerajinan betul sih dateng panas2 begini. Harusnya gue komplen sama [yg punya acara] yang bisa2nya punya ide buat minta kita2 ngumpul sebelum azar dirumah Harry- tempat acara diadakan. So, yang dijemput Gungun tikarnya duluan. Hehehee. Gue mestinya masih pengen nerusin tidur, cuma karena udah kadung bangun malah jadi gak bisa tidur lagi. Yah, akhirnya mandi juga. Nina ribut pengen ikut. Oke. Why not? Jam setengah 4 Gue dan Nina berangkat dibonceng Gungun yang datang lagi buat jemput si pemalas ini ke rumah Harry. Mestinya rumah gue sama rumah Harry berdekatan kok- hanya berseling satu jalan. Tapi kalo cuacanya panas begini dan ada orang yang bersedia menjemput- kenapa mesti ditolak?
Gue persingkat aja, firasat gue benar. Dari jam setengah 4 gue disana sampai dengan jam 5 kurang 15 menitan saat uztad-nya datang, baru sekitar 9 orang yang datang. Gue, Gungun, Harry dan istri, Mandra, Madjid, Bambang, Ajis, Ican, Sentot, [satu lagi sapa ya?]. Dan Siska datang tepat jam 5 dengan 75 box kue pesanan- acara langsung dimulai. Sewot juga sih, masak yang punya acara bisa2nya dateng telat banget! Bayangin, selama menunggu anak2 datang- karena terlalu bosan menunggu didalam, kita malah nongkrong di warung rokok didepan rumah itu. Gue malah sempet makan bakso abang2 yang lewat, minum teh botol, sampe minum Okky jelly Drink segala.
Maka dari itu ceramah yang diberikan juga singkat karena terpotong mahgrib [saat itu gue baru sadar kalo Nina tertidur kecapean dipangkuan gue], sedangkan si Uztad sendiri harus pergi segera setelah shalat mahgrib berjamaah selesai.
Lucu kan? Ceramah hanya dihadiri 11 orang jamaah sedangkan jatah kue-nya ada 75 box- itupun sudah dikurangi dari 100 box. Yo wes, kita makan sebanyak yang kita mauk, gue bahkan bawa pulang 4 box, tapi box yang tersisa masih banyak juga. Akhirnya Siska berencana nge-drop kelebihan box itu ke Panti Asuhan.
Sepertinya mengundang orang ber-senang2 lebih mudah ketimbang mengundang orang mendengarkan ceramah ya?
Btw, buat teman2 yang kebetulan kesasar kemari- bagi yang muslim, gue mo sekalian ngucapin SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA ya?
Jam 3 kurang 15 mnt Gungun dateng. Hueh! Padahal gue udah pesenin buat jemput jam setengah 4-an aja. Kan gue masih ngantuk loh! Masih pengen tidur. Lagipula kerajinan betul sih dateng panas2 begini. Harusnya gue komplen sama [yg punya acara] yang bisa2nya punya ide buat minta kita2 ngumpul sebelum azar dirumah Harry- tempat acara diadakan. So, yang dijemput Gungun tikarnya duluan. Hehehee. Gue mestinya masih pengen nerusin tidur, cuma karena udah kadung bangun malah jadi gak bisa tidur lagi. Yah, akhirnya mandi juga. Nina ribut pengen ikut. Oke. Why not? Jam setengah 4 Gue dan Nina berangkat dibonceng Gungun yang datang lagi buat jemput si pemalas ini ke rumah Harry. Mestinya rumah gue sama rumah Harry berdekatan kok- hanya berseling satu jalan. Tapi kalo cuacanya panas begini dan ada orang yang bersedia menjemput- kenapa mesti ditolak?
Gue persingkat aja, firasat gue benar. Dari jam setengah 4 gue disana sampai dengan jam 5 kurang 15 menitan saat uztad-nya datang, baru sekitar 9 orang yang datang. Gue, Gungun, Harry dan istri, Mandra, Madjid, Bambang, Ajis, Ican, Sentot, [satu lagi sapa ya?]. Dan Siska datang tepat jam 5 dengan 75 box kue pesanan- acara langsung dimulai. Sewot juga sih, masak yang punya acara bisa2nya dateng telat banget! Bayangin, selama menunggu anak2 datang- karena terlalu bosan menunggu didalam, kita malah nongkrong di warung rokok didepan rumah itu. Gue malah sempet makan bakso abang2 yang lewat, minum teh botol, sampe minum Okky jelly Drink segala.
Maka dari itu ceramah yang diberikan juga singkat karena terpotong mahgrib [saat itu gue baru sadar kalo Nina tertidur kecapean dipangkuan gue], sedangkan si Uztad sendiri harus pergi segera setelah shalat mahgrib berjamaah selesai.
Lucu kan? Ceramah hanya dihadiri 11 orang jamaah sedangkan jatah kue-nya ada 75 box- itupun sudah dikurangi dari 100 box. Yo wes, kita makan sebanyak yang kita mauk, gue bahkan bawa pulang 4 box, tapi box yang tersisa masih banyak juga. Akhirnya Siska berencana nge-drop kelebihan box itu ke Panti Asuhan.
Sepertinya mengundang orang ber-senang2 lebih mudah ketimbang mengundang orang mendengarkan ceramah ya?
Btw, buat teman2 yang kebetulan kesasar kemari- bagi yang muslim, gue mo sekalian ngucapin SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA ya?
Friday, October 08, 2004
Ngikut Teman
Mestinya gue nggak maok ngikut pergi, soalnya bukan acara gue pribadi. Lagi pula saat itu cash gue di dompet bener2 lagi gak ada. Tapi karena temen gue berhasil meyakinkan gue hal2 yang berhubungan dengan kesejahteraan perut gue, maka ikutlah gue ke gatheringan Friendster Network-nya. So, jam 7 dia jemput gue di kantor- lalu kita langsung ke Kampung Tenda Semanggi. Menurut temen gue [yang lain], tiap Jum'at orang Friendster sudah biasa kongkow disitu. Wah, gue ndak tauk tuh. Gue sendiri soalnya jarang banget ikutan gatheringan milis2 gue sendiri.
Heuuh, akhirnya bener kan? Gak satupun dari yang mereka yang gue kenal. But I didn't worry as long I had my food and my drink on the table. Biarpun gue agak2 gak ngerti harus ngobrolin apaan dengan mereka2 ini selain ngobrolin hal2 standard- selagi ada makanan, dijamin gue pasti anteng deh! *I'll do whatever you say, babe!*
Tiba2 ada yang melambai-lambaikan tangan sambil ber-teriak2 memanggil nama gue. Nama Anna memang pasaran- tapi gue yakin orang itu manggil gue karena matanya menatap gue sambil melambaikan tangan dengan hot-nya. Dengan penerangan minim, gue gak gitu jelas melihat orangnya, dan rasanya gak sopan kalo gue teriak, "Heeii! Sapa loe!" kearahnya. Makanya gue lebih baik bangun dan mendatangi orang itu ditempatnya.
Heh, gak tauknya si N sama si G. Gue liat meja mereka juga disusun panjang. Tadinya gue pikir acara kantor mereka, rupanya mereka juga lagi ngadain gathering kecil2an anak2 satu kelas dikampusnya dulu. Giliran gue yang ditanya, gue agak2 tengsin mo bilang gue kalo sedang dalam acara Friendster. Not my network pula! But I couldn't lie- and it didn't feel right if I lied. Jadi gue jawab aja lagi ada acara gatheringan Friendster-nya temen.
Tuh bener juga, mereka cengar cengir, "Emang loe ikutan Friendster juga, An? Friendster bukannya ABG melulu?" Tanya si N. Tuh, apa gue bilang? Pasti pada ngeledek deh. Kayak gue dulu2 tea, beranggapan Friendster cuma milik ABG doang. So I said, "Yah loe liat aja sendiri orang2nya, ada ABGnya nggak?" Gue jawab gitu aja. Kenyataannya memang gak ada ABGnya kok.
Well, sebenernya sebagai 'illegal alien' disitu- gue udah enjoy, dan gue jadi makin enjoy aja setelah ketemu N sama G yang bukan Friendster. Kita malah jadi asyik gathering be-3 doang. Kalo udah begini yang jadi lupa sama yang dirumah.
Anyway, for me, age does not matter within relationship. Iya gak sih?
*For me, looh..*
Heuuh, akhirnya bener kan? Gak satupun dari yang mereka yang gue kenal. But I didn't worry as long I had my food and my drink on the table. Biarpun gue agak2 gak ngerti harus ngobrolin apaan dengan mereka2 ini selain ngobrolin hal2 standard- selagi ada makanan, dijamin gue pasti anteng deh! *I'll do whatever you say, babe!*
Tiba2 ada yang melambai-lambaikan tangan sambil ber-teriak2 memanggil nama gue. Nama Anna memang pasaran- tapi gue yakin orang itu manggil gue karena matanya menatap gue sambil melambaikan tangan dengan hot-nya. Dengan penerangan minim, gue gak gitu jelas melihat orangnya, dan rasanya gak sopan kalo gue teriak, "Heeii! Sapa loe!" kearahnya. Makanya gue lebih baik bangun dan mendatangi orang itu ditempatnya.
Heh, gak tauknya si N sama si G. Gue liat meja mereka juga disusun panjang. Tadinya gue pikir acara kantor mereka, rupanya mereka juga lagi ngadain gathering kecil2an anak2 satu kelas dikampusnya dulu. Giliran gue yang ditanya, gue agak2 tengsin mo bilang gue kalo sedang dalam acara Friendster. Not my network pula! But I couldn't lie- and it didn't feel right if I lied. Jadi gue jawab aja lagi ada acara gatheringan Friendster-nya temen.
Tuh bener juga, mereka cengar cengir, "Emang loe ikutan Friendster juga, An? Friendster bukannya ABG melulu?" Tanya si N. Tuh, apa gue bilang? Pasti pada ngeledek deh. Kayak gue dulu2 tea, beranggapan Friendster cuma milik ABG doang. So I said, "Yah loe liat aja sendiri orang2nya, ada ABGnya nggak?" Gue jawab gitu aja. Kenyataannya memang gak ada ABGnya kok.
Well, sebenernya sebagai 'illegal alien' disitu- gue udah enjoy, dan gue jadi makin enjoy aja setelah ketemu N sama G yang bukan Friendster. Kita malah jadi asyik gathering be-3 doang. Kalo udah begini yang jadi lupa sama yang dirumah.
Anyway, for me, age does not matter within relationship. Iya gak sih?
*For me, looh..*
Monday, October 04, 2004
My Little Rebel
Susahnya jadi orangtua baru gue rasakan sekarang2 ini. Apalagi karena anak gue yang modelnya aktif, agresif, dan keras kepala. *Ampun ya, mam... tobat euy!* Gue tengah mengalaminya sendiri, entah gue kena karma apa gimana ya? I can't tell. Gue sendiri merasa kalo sejak kecil gue memang badung, tapi gue ingat, bagaimanapun gue masih bisa diatur orangtua. Tapi si Nina satu ini,... hhuuaaa... maok nangis banget deh kalo ngebayangin tingkahnya. Baru juga masuk SD bulan Juli lalu tapi list tingkah lakunya di sekolah sudah puanjang banget! Sudah beberapa kali wali kelasnya "curhat" sama gue. Semuanya melulu mengenai polah tingkahnya dikelas. Memang sih, sekedar nakalnya anak2, but she's on top of her list! Malu2in nggak sih? Kalo Nina anak laki-laki mungkin masih agak 'mendingan' deh ya.
Deretan catatan tingkah lakunya dikelas spt :
1. Suka mengobrol dikelas. Menurut gurunya Nina sangat suka bicara *I know*. Ia lebih suka menghadap kebelakang atau kesamping ketimbang memandang gurunya atau ke papan tulis. Ia juga suka iseng menyelutuki guru atau temannya yang sedang bicara.
2. Sering menjerit. Ini memang kebiasaannya dari dulu. Berteriak-teriak. Apalagi setiap kali ia sedang tertawa. Wali kelasnya mengeluh sama gue, walaupun dia nggak berpenyakit jantung- lengkingan teriakan Nina yang tiba2 bisa membuat jantungnya seolah berhenti sesaat lalu berdebar- debar kencang. *Ih, si ibu guru hiperbola banget ah. Masa sih gitu2 amat?*
3. Berkeliaran didalam kelas. Nggak peduli ada guru atau tidak, apapun pelajarannya, ia suka dengan santainya jalan berkeliaran menghampiri temannya. Terutama jika ia tidak sedang tertarik dengan pelajaran yang diberikan.
4. Suka corat-coret di buku. Karena terlalu sukanya menggambar, Nina itu yang suka sadar nggak sadar menggambari halaman bukunya. Dibuku tulisnya disamping latihan2nya gue sering menemukan gambar Ibu peri, bunga2, bintang2, princess, dll. Kesel nggak? Memang dibuat dengan pinsil, tapi setelah gue hapus malah membuat halaman bukunya jadi tampak kotor. Kadang buku temannya satu meja pun ikut dia gambari [laporan gurunya]. Iseng banget deh!
5. Tidak segera menoleh kalau dipanggil. Menurut gurunya, mereka harus memanggil Nina sedikitnya 3 kali untuk membuatnya menoleh. Itu bukan karena ia tidak mendengar, tapi karena Nina itu acuh [atau sengaja mengacuhkan] dan sibuk sendiri.
6. Membuat ekspresi muka jelek dan aneh jika guru menegur. Ini yang paling bikin malu. Kalo ditegur oleh gurunya, ia pasang tampang jelek sebagai pengganti cibiran dan perlawanan. *Haduh! Gue kira dia begitu hanya kalo gue yang marahin!* Plis deh!
Kayaknya gue gak sanggup lagi terus menuliskan daftarnya. Gue jadi sering malu sama gurunya. Sebagai orangtua kita sudah dengan mulut ber-busa2 sampai jadi kering lagi karena terlalu rajinnya mengajarkan Nina bagaimana harus bersikap terutama di sekolah, terhadap guru dan terhadap temannya. Mana yang baik dan mana yang tidak baik buat dilakukan. Kita pun selalu berusaha kasih contoh yang baik, bukan sekedar ngebilangin doang.
Secara Akademis nilai pelajarannya tidak jelek- tapi juga tidak selalu tinggi. Nina bukan anak yang bodoh. Autistic juga enggak. Dibilang kurang perhatian juga enggak. Cuma saja dia punya segudang sikap jelek. Acuh, malas [terutama buat repot2 mikir], suka asal2an banget dan semaunya saja. Belum termotivasi dengan tujuan bersekolah. Gue jadi suka bingung maok bersikap bagaimana lagi buat menghadapi dia. Kalau kita bilangi baik2 nggak mempan- tapi dikasari malah dia ikutan kasar. Susah ya? Gue pengen dia seperti anak2 lain yang bersikap normal, sedikit nakal nggak apa2- tapi masih mau diatur, dan masih mau mendengarkan orangtuanya.
Hiyaaah... ini baru juga kelas 1 SD. Belum lagi nanti dia SMP, trus SMA... kuliah...
*Oohh... tidaaakk.. *
Tuesday, September 21, 2004
Beda Selera
Kenapa gue lebih suka belanja baju sendiri?
"An, loe kalo nyari baju yang warnanya cerahan sedikit dong." Itu komentar salah seorang teman gue ketika malam itu kita berada disebuah mal di kebayoran baru. "Nih, yang kayak gini." Ia menyodorkan sebuah blus berwarna orange mangga dengan aksen renda didada. Gue melongo. Alamak! Warnanya bikin sakit mata orang yang liat.
"Enggak ah, nggak suka." Jawab gue. Gue kembali mengamati atasan kaus katun warna coklat polos tanpa detil apa2 ditangan gue. Hhm, bagus nih. Tiba2 temanku ini menepuk pundak gue.
"Ya ampun! Warna gitu lagiii... warna gitu lagi." Komentarnya.
"Kenapa sih loe? Kan gue yang maok make." Gue agak2 sewot.
"Sekali-kali dong, An.. cari tuh yang warnanya ceraaah,.. sini deh gue yang pilihin!" Katanya. Hehehe. Dia yang mo pilihin buat gue? Waaa,.. jangaaan... tidaaak.. Soalnya gue tauk banget ciri khas dan warna2 baju yang dia suka. Temen gue yang satu ini modis feminin. Suka dengan warna2 merah, pink, kuning, orange, plus baju2 dengan aksen renda, kerah V, ruffles, dan model2 plus warna2 yang menurut gue too feminin buat gue. Masalahnya sih bukan karena gue sok nggak feminin apa gimana, tapi lebih karena gue gak biasa dengan warna dan baju2 dengan model seperti itu. Ribet! Dari dulu gue emang gak pernah modis kok. Bukan karena gue nggak perhatian sama penampilan, tapi gue lebih menyukai baju2 dengan model yang simpel. Bayangan gue, baju2 keren yang feminin dan trendy plus yang warnanya mencolok pasti menarik perhatian orang. Nah! Itu dia... Gue paling sebel diperhatikan orang- meskipun toh cuma sebatas baju gue yang mereka lihat. Hehhehehe... *gue bener2 gak cocok jadi selebriti*
"Nih! Coba deh, pasti cukup buat loe." Teman gue itu udah menyodorkan lagi atasan berbahan lycra warna pink dengan kerah sabrina. Ckk..ckk..ckk... masih semangat aja maksa gue make baju sesuai selera dia. OMG. Kalaupun gue nekat make- bisa2 malah gue diketawain temen2 gue yang lain. Minimal bisa pada terheran-heran.
"Elo tuh yaa,.. masak gue pake pink? kulit gue kan gelap! nanti cuma bajunya doang dong yang keliatan?" Protes gue setengah meledek.
"Ah! Banyak kok yang kulitnya item pada make baju yang warnanya cerah! Malah bisa bikin loe jadi keliatan cerah!"
"Eleeeuuh... maok cerah- maok mendung kek, ya ga masalah ah!"
"Elo tuh belom nyoba udah gak suka."
"Emang gue gak suka! Apalagi lehernya! Tali beha gue bisa ngintip kemana-mana dong nih!"
"Pake beha yang tanpa tali dong."
"Tuh kan! Ribet ah! Udah deh, loe cari sendiri- gue cari sendiri." Gue buru2 beranjak kesisi lain tempat itu sebelum dia kembali menyodorkan baju yang lain.
Makanya kalo gue lagi niat cari2, gue jarang pergi bareng sama teman [Sama Nina dan Raymond pun juga tidak]. Lagipula menurut gue lebih efisien kalo pergi sendiri. Bisa lebih fokus dan tenang tanpa perlu dikomentari. Lebih praktis dan lebih cepat.
Gue sendiri merasa nggak ada yang salah dan aneh dengan selera gue dalam memilih pakaian buat gue pakai sendiri. Raymond pun nggak protes walau dia sadar kalau isi lemari gue bener2 hampir 'nggak berwarna'. Semisal abu2, khaki, hitam, putih, hijau army, hijau telur asin, dan yang paling berwarna cuma biru. Memang selera warna gue tidak mencerminkan isi lemari pakaian perempuan. Dia suka menyebutnya sebagai 'warna2 busuk'. Nina dan adik gue pun sampai hafal dengan warna2 favorite gue, sampai2 tiap kali melihat baju/barang dengan warna2 itu mereka akan teringat gue, "tuh, warnanya mamimu*" [*red : mamimu is my nickname on my family].
Abis gimana? Namanya juga selera- udah bawaannya sih!
"An, loe kalo nyari baju yang warnanya cerahan sedikit dong." Itu komentar salah seorang teman gue ketika malam itu kita berada disebuah mal di kebayoran baru. "Nih, yang kayak gini." Ia menyodorkan sebuah blus berwarna orange mangga dengan aksen renda didada. Gue melongo. Alamak! Warnanya bikin sakit mata orang yang liat.
"Enggak ah, nggak suka." Jawab gue. Gue kembali mengamati atasan kaus katun warna coklat polos tanpa detil apa2 ditangan gue. Hhm, bagus nih. Tiba2 temanku ini menepuk pundak gue.
"Ya ampun! Warna gitu lagiii... warna gitu lagi." Komentarnya.
"Kenapa sih loe? Kan gue yang maok make." Gue agak2 sewot.
"Sekali-kali dong, An.. cari tuh yang warnanya ceraaah,.. sini deh gue yang pilihin!" Katanya. Hehehe. Dia yang mo pilihin buat gue? Waaa,.. jangaaan... tidaaak.. Soalnya gue tauk banget ciri khas dan warna2 baju yang dia suka. Temen gue yang satu ini modis feminin. Suka dengan warna2 merah, pink, kuning, orange, plus baju2 dengan aksen renda, kerah V, ruffles, dan model2 plus warna2 yang menurut gue too feminin buat gue. Masalahnya sih bukan karena gue sok nggak feminin apa gimana, tapi lebih karena gue gak biasa dengan warna dan baju2 dengan model seperti itu. Ribet! Dari dulu gue emang gak pernah modis kok. Bukan karena gue nggak perhatian sama penampilan, tapi gue lebih menyukai baju2 dengan model yang simpel. Bayangan gue, baju2 keren yang feminin dan trendy plus yang warnanya mencolok pasti menarik perhatian orang. Nah! Itu dia... Gue paling sebel diperhatikan orang- meskipun toh cuma sebatas baju gue yang mereka lihat. Hehhehehe... *gue bener2 gak cocok jadi selebriti*
"Nih! Coba deh, pasti cukup buat loe." Teman gue itu udah menyodorkan lagi atasan berbahan lycra warna pink dengan kerah sabrina. Ckk..ckk..ckk... masih semangat aja maksa gue make baju sesuai selera dia. OMG. Kalaupun gue nekat make- bisa2 malah gue diketawain temen2 gue yang lain. Minimal bisa pada terheran-heran.
"Elo tuh yaa,.. masak gue pake pink? kulit gue kan gelap! nanti cuma bajunya doang dong yang keliatan?" Protes gue setengah meledek.
"Ah! Banyak kok yang kulitnya item pada make baju yang warnanya cerah! Malah bisa bikin loe jadi keliatan cerah!"
"Eleeeuuh... maok cerah- maok mendung kek, ya ga masalah ah!"
"Elo tuh belom nyoba udah gak suka."
"Emang gue gak suka! Apalagi lehernya! Tali beha gue bisa ngintip kemana-mana dong nih!"
"Pake beha yang tanpa tali dong."
"Tuh kan! Ribet ah! Udah deh, loe cari sendiri- gue cari sendiri." Gue buru2 beranjak kesisi lain tempat itu sebelum dia kembali menyodorkan baju yang lain.
Makanya kalo gue lagi niat cari2, gue jarang pergi bareng sama teman [Sama Nina dan Raymond pun juga tidak]. Lagipula menurut gue lebih efisien kalo pergi sendiri. Bisa lebih fokus dan tenang tanpa perlu dikomentari. Lebih praktis dan lebih cepat.
Gue sendiri merasa nggak ada yang salah dan aneh dengan selera gue dalam memilih pakaian buat gue pakai sendiri. Raymond pun nggak protes walau dia sadar kalau isi lemari gue bener2 hampir 'nggak berwarna'. Semisal abu2, khaki, hitam, putih, hijau army, hijau telur asin, dan yang paling berwarna cuma biru. Memang selera warna gue tidak mencerminkan isi lemari pakaian perempuan. Dia suka menyebutnya sebagai 'warna2 busuk'. Nina dan adik gue pun sampai hafal dengan warna2 favorite gue, sampai2 tiap kali melihat baju/barang dengan warna2 itu mereka akan teringat gue, "tuh, warnanya mamimu*" [*red : mamimu is my nickname on my family].
Abis gimana? Namanya juga selera- udah bawaannya sih!
Friday, September 17, 2004
Kepikiran
Di sela2 perasaan geram gue ke siapa pun pelaku teror bom di Kedubes Australia kemaren, ada terselip pikiran2 childish dibenak gue seperti :
1. Terpikir susahnya buat bekerja dengan nyaman tanpa perasaan waswas di distrik Kuningan belakangan ini *tapi sekarang2 ini dimanapun di Jakarta kita memang harus lebih ekstra waspada. iya kan?* Hhh.... berkantor di Sudirman, Thamrin, & Kuningan sekarang2 ini harus tahan deg2an, bermental baja, dan stay alert! Buka mata lebar2. Wah, rese.
2. Terpikir bagaimana perasaan mereka yang pernah mengalami peristiwa bom di Hotel Mariott tahun lalu dan kembali harus mengalaminya sekali lagi kemarin itu. Arrghh! Gue pikir2, bunyi petasan pun nantinya bisa membuat mereka trauma. Panik & terguncang.
3. Terpikir repotnya pemda dan para pengelola gedung di kawasan tersebut. Haduh! Baru juga selesai merenovasi gedung2 dan kawasan disitu- sekarang sudah harus siap2 buat renovasi lagi. Mangkel nggak sih? Para supplier bahan bangunan dan peralatan yang mungkin diuntungkan dalam hal ini. Tapi gue yakin mereka pun sepastinya juga mengutuk kejadian ini. Selain para b*****t yang nggak punya hati dan perasaan, siapa sih yang menginginkan hal seperti ini terjadi?
1. Terpikir susahnya buat bekerja dengan nyaman tanpa perasaan waswas di distrik Kuningan belakangan ini *tapi sekarang2 ini dimanapun di Jakarta kita memang harus lebih ekstra waspada. iya kan?* Hhh.... berkantor di Sudirman, Thamrin, & Kuningan sekarang2 ini harus tahan deg2an, bermental baja, dan stay alert! Buka mata lebar2. Wah, rese.
2. Terpikir bagaimana perasaan mereka yang pernah mengalami peristiwa bom di Hotel Mariott tahun lalu dan kembali harus mengalaminya sekali lagi kemarin itu. Arrghh! Gue pikir2, bunyi petasan pun nantinya bisa membuat mereka trauma. Panik & terguncang.
3. Terpikir repotnya pemda dan para pengelola gedung di kawasan tersebut. Haduh! Baru juga selesai merenovasi gedung2 dan kawasan disitu- sekarang sudah harus siap2 buat renovasi lagi. Mangkel nggak sih? Para supplier bahan bangunan dan peralatan yang mungkin diuntungkan dalam hal ini. Tapi gue yakin mereka pun sepastinya juga mengutuk kejadian ini. Selain para b*****t yang nggak punya hati dan perasaan, siapa sih yang menginginkan hal seperti ini terjadi?
Thursday, September 09, 2004
A bomb exploded. once again.
That day was a shiny morning around 10 am, I was just stepped out from a cab when I felt the earth was shaking along with a big blast sounds from I didn't know where. I stood there where I was. Stunned. *What the h*** was that?* I was not the only one who was taken a back at that moment. Within a second I saw people coming out to the street with puzzle looked in their eyes like mine. Most of them were looked at the sky and I heard some people were mentioned something about a bomb explotion but they didn't know where yet.
What a fool I was! I didn't thought about a bomb. I thought that it might be the effects when people bringing down the building- somewhere nearby. *moron*
When I got into my office, everyone told me about how the building- walls and windows, were shaking hard while all the lamps were all blinking. But the lights was not out. Then the news spread very quick that some bastards has exploded the Australian Embassy at Kuningan. Wow! I'm sure this one was bigger than the expotion last year at JW Mariott Hotel because we all could feel and hear it from here- at a distance. But another bomb? Again?
I dont understand. Whoever did this- they are only a bunch of cowards! For whom the bomb were supposed to? To all civilians? Do they think what they doing is fun? If they would trying to attack western people, just do it right there in their countries! Not here! *Well, ofcourse I'm not serious, sure I dont want this happend anywhere in the world. I just dont understand why those people doing this*
I cursed the persons who did that! And may later you all rest in hell for eternity.
What a fool I was! I didn't thought about a bomb. I thought that it might be the effects when people bringing down the building- somewhere nearby. *moron*
When I got into my office, everyone told me about how the building- walls and windows, were shaking hard while all the lamps were all blinking. But the lights was not out. Then the news spread very quick that some bastards has exploded the Australian Embassy at Kuningan. Wow! I'm sure this one was bigger than the expotion last year at JW Mariott Hotel because we all could feel and hear it from here- at a distance. But another bomb? Again?
I dont understand. Whoever did this- they are only a bunch of cowards! For whom the bomb were supposed to? To all civilians? Do they think what they doing is fun? If they would trying to attack western people, just do it right there in their countries! Not here! *Well, ofcourse I'm not serious, sure I dont want this happend anywhere in the world. I just dont understand why those people doing this*
I cursed the persons who did that! And may later you all rest in hell for eternity.
Wednesday, September 08, 2004
Ke Dokter Gigi
Semua orang yang kenal dekat sama gue tauk kalo gue paling takut berurusan sama dokter. Apalagi yang namanya dokter gigi! *Gak heran kan kalo gigi gue parah banget* Beuh! Payah! Tapi alhamdulilaah deh seumur hidup gue jarang sakit yang mengharuskan gue ketemu dokter. Aduh jauh2 deh *Ya Allah, plis jauhkanlah aku dari segala penyakit* Jaman gue masih di esde, ke dokter gigi cukup sering, itu juga karena masih didorong2 orang tua. Padahal gue takutnya bukan main sama yang namanya dokter gigi beserta segala instrumen diruang praktek mereka. Baru menunggu giliran di ruang tunggu pun dengkul gue udah lemas rasanya. Dokter gigi gue jaman esde lokasinya nggak jauh dari rumah orang tua gue. Jadi cukup sering terjadi kejadian dimana gue diem2 pulang lagi kerumah sementara orangtua gue masih duduk diruang tunggu menanti giliran gue dipanggil *Rese ya gue?* Dan gue sudah nggak inget lagi kapan gue terakhir kali dateng ke dokter gigi. Pada dasarnya tiap kali gue kesana, meski buat kebaikan gue sendiri, pastinya bukan dengan sukarela. Jadi seringkali gue diomeli dokter karena kemalasan gue buat rutin datang periksa [waktu itu gue masih pake kawat gigi], mangkir dari appointment, dsb. *shame on me*
Sudah sebulan belakangan ini tambalan permanen di geraham kiri bawah gue hancur separuh membentuk lubang. Wah, nggak enak banged! Makan sedikit aja langsung masuk kedalam lubang. Very Irritating, tapi gue tetep nggak berani ke pergi dokter. Apalagi buat datang ke dokter gigi gue yang lama. Gue yakin banget dia pasti udah males dan nggak maok lagi ngurusin gue. Ceritanya tadi malem gue terinspirasi buat nambal di RS Fatmawati aja [Daripada gue bingung sendiri maok ke dokter yang mana]. Gue punya pendapat, karena sibuk dan banyaknya pasien- hubungan dokter2 di RS ke pasiennya lebih 'alakadar'nya ketimbang dokter2 praktek yang umumnya 'menghafal' dan benar2 mengenali pasiennya satu2 persatu [spt dokter gue yang lama itu]. Memang sih, harusnya yang begini lebih bagus karena si dokter ikut mengenali si pasien dan masalah2nya. But in my case, dokter lebih baik to the point aja langsung periksa. Kalau gue nggak mengeluh ya sudah. So, gue membulatkan hati buat datang ke RS.
Pagi ini sehabis mengantar Nina sekolah, gue langsung ke Fatmawati. Semangat! Semangat! *Jadi termotivasi karena takut besok2 nggak bisa makan enak*. Jam 8 kurang gue udah sampe disana. Bau khas RS mulai tercium. Alamak! Masih pagi tapi orang2 udah buanyak buanged. Karena baru pertama kali, gue harus daftar dulu sbg pasien baru. Jam 8.10 gue udah duduk menunggu giliran gue dipanggil. Bagus lah, ternyata gue "peserta" nomor 2. Kemungkinan gue nggak perlu nunggu dipanggil terlalu lama. Tapi baru juga sebentar gue duduk dikursi tunggu, gue mulai berkeringat dingin melihat banyaknya orang bolak balik lewat. Khususnya melihat mereka yang benar2 terlihat sakit atau yang lewat dengan didorong2. Yah, namanya juga Rumah Sakit, jeng. Gue mulai senewen, perut gue mulai terasa mules mual nggak keruan2, tangan gue bergetar dan rasanya oksigen diruangan itu makin berkurang. Nyiksa banget!
Akhirnya sekitar jam 8.30 nama gue dipanggil. Huh! 20 menit yg menyiksa finally over. Tapi jangan salah, penderitaan baru akan dimulai. OMG, udah lama banget gue nggak duduk di kursi periksa mengerikan ini. Jantung gue makin berdebar, gue makin keringetan. Mulai deh, gigi gue di korek2 sampe bersih dari bekas2 tambalan yang lama. Sebentar2 gue diingetin dokter buat mangap yang lebar. Hhhhh. Dan alat bor yg gue takutin itu akhirnya dipake juga. Oh, no! Baru melihat alat itu dipegang, my legs felt like jellies already. Ngilunya bukan main. Ternyata lubang di gigi gue itu dalam sekali dan belum sepenuhnya mati [syarafnya].
Jam 10.40 tambalan sementara gue baru selesai. Lama banget euy! Padahal gue masih punya satu gigi lagi yang berlubang, tapi dokter bilang minggu depan aja. Selesai ditambal gue harus ke Bagian Radiologi lagi buat di rontgen. Proses rontgen-nya cepet, tapi gue harus nunggu hasilnya 30 menitan lagi. Eleuh, nunggu lagi.. nunggu lagi!
Baru jam 11.00 hasil rontgen sudah selesai. Gue langsung ngantor. Sampe kantor pas banget jam 12 teng! Siang lagi panas2nya pak! Tapi setidaknya sekarang gue berkeringat normal- bukan keringat dingin lagi.
Dan Selasa minggu depan siksaan akan kembali dimulai.
Btw, akhirnya kacamata gue yang lama pecah juga tadi pagi. Soalnya gue gak inget kalo semalam gue geletakin gitu aja di karpet. Pagi ini nggak sadar keinjek gue sendiri sampe remuk. Oh! Kacamataku...
Sudah sebulan belakangan ini tambalan permanen di geraham kiri bawah gue hancur separuh membentuk lubang. Wah, nggak enak banged! Makan sedikit aja langsung masuk kedalam lubang. Very Irritating, tapi gue tetep nggak berani ke pergi dokter. Apalagi buat datang ke dokter gigi gue yang lama. Gue yakin banget dia pasti udah males dan nggak maok lagi ngurusin gue. Ceritanya tadi malem gue terinspirasi buat nambal di RS Fatmawati aja [Daripada gue bingung sendiri maok ke dokter yang mana]. Gue punya pendapat, karena sibuk dan banyaknya pasien- hubungan dokter2 di RS ke pasiennya lebih 'alakadar'nya ketimbang dokter2 praktek yang umumnya 'menghafal' dan benar2 mengenali pasiennya satu2 persatu [spt dokter gue yang lama itu]. Memang sih, harusnya yang begini lebih bagus karena si dokter ikut mengenali si pasien dan masalah2nya. But in my case, dokter lebih baik to the point aja langsung periksa. Kalau gue nggak mengeluh ya sudah. So, gue membulatkan hati buat datang ke RS.
Pagi ini sehabis mengantar Nina sekolah, gue langsung ke Fatmawati. Semangat! Semangat! *Jadi termotivasi karena takut besok2 nggak bisa makan enak*. Jam 8 kurang gue udah sampe disana. Bau khas RS mulai tercium. Alamak! Masih pagi tapi orang2 udah buanyak buanged. Karena baru pertama kali, gue harus daftar dulu sbg pasien baru. Jam 8.10 gue udah duduk menunggu giliran gue dipanggil. Bagus lah, ternyata gue "peserta" nomor 2. Kemungkinan gue nggak perlu nunggu dipanggil terlalu lama. Tapi baru juga sebentar gue duduk dikursi tunggu, gue mulai berkeringat dingin melihat banyaknya orang bolak balik lewat. Khususnya melihat mereka yang benar2 terlihat sakit atau yang lewat dengan didorong2. Yah, namanya juga Rumah Sakit, jeng. Gue mulai senewen, perut gue mulai terasa mules mual nggak keruan2, tangan gue bergetar dan rasanya oksigen diruangan itu makin berkurang. Nyiksa banget!
Akhirnya sekitar jam 8.30 nama gue dipanggil. Huh! 20 menit yg menyiksa finally over. Tapi jangan salah, penderitaan baru akan dimulai. OMG, udah lama banget gue nggak duduk di kursi periksa mengerikan ini. Jantung gue makin berdebar, gue makin keringetan. Mulai deh, gigi gue di korek2 sampe bersih dari bekas2 tambalan yang lama. Sebentar2 gue diingetin dokter buat mangap yang lebar. Hhhhh. Dan alat bor yg gue takutin itu akhirnya dipake juga. Oh, no! Baru melihat alat itu dipegang, my legs felt like jellies already. Ngilunya bukan main. Ternyata lubang di gigi gue itu dalam sekali dan belum sepenuhnya mati [syarafnya].
Jam 10.40 tambalan sementara gue baru selesai. Lama banget euy! Padahal gue masih punya satu gigi lagi yang berlubang, tapi dokter bilang minggu depan aja. Selesai ditambal gue harus ke Bagian Radiologi lagi buat di rontgen. Proses rontgen-nya cepet, tapi gue harus nunggu hasilnya 30 menitan lagi. Eleuh, nunggu lagi.. nunggu lagi!
Baru jam 11.00 hasil rontgen sudah selesai. Gue langsung ngantor. Sampe kantor pas banget jam 12 teng! Siang lagi panas2nya pak! Tapi setidaknya sekarang gue berkeringat normal- bukan keringat dingin lagi.
Dan Selasa minggu depan siksaan akan kembali dimulai.
Btw, akhirnya kacamata gue yang lama pecah juga tadi pagi. Soalnya gue gak inget kalo semalam gue geletakin gitu aja di karpet. Pagi ini nggak sadar keinjek gue sendiri sampe remuk. Oh! Kacamataku...
Labels:
dokter,
horror,
musibah,
sakit gigi,
uji nyali
Wednesday, August 25, 2004
Patas AC
Tiap gue berangkat ke kantor lebih pagi, karena nyantai dan gak buru2, gue biasa naek patas AC yang datang dari arah Ciputat. Ini alternatif kedua setelah taksi. Naik bis biasa pun juga bisa, tapi mesti naik dulu yang ke terminal BlokM dan disambung lagi dengan naik bis jurusan manapun yang melalui Sudirman. Jadi karena tumben2nya gue berangkat pagi, gue memilih patas biar efisien (waktu dan uang).
Yang namanya naik patas jam2 segini, jangan harap menemukan bangku kosong. Berdiri tanpa harus berhimpitan pun sudah lumayan. Buat gue ini nggak masalah. Toh nggak jauh kok.
Tapi kali ini, belum lagi gue benar2 atur posisi berdiri gue, ada orang di kursi didepan gue yang turun. Finally, I got a seat! Yang masalah itu justru dengan lubang2 saluran AC diatas kursi penumpang yang gue perhatiin hampir semuanya tertutup. Dilubang saluran AC yang rusak tanpa penutup, masih juga ada orang yang usaha menyumpalnya dengan gumpalan kertas atau plastik bekas kemasan air mineral. No wondered gue nggak merasakan hawa sejuk AC sama sekali. Naik patas AC kok kayak naik bis reguler biasa! Sewot nggak sih gue liatnya? Diatas kursi ibu2 disebelah gue pun begitu. Tertutup. Tanpa pikir2 lagi, gue buka penutup salurannya. Sayang sekali nggak bisa gue arahin agar hembusannya langsung kearah gue. Tapi belum juga 5 mnt saluran gue buka, ibu2 disebelah gue menutupnya lagi, "Dingin, dek", katanya. *Beuh!* Gue nggak maok berantem sama ibu2 cuma gara2 AC.
What is wrong with you people from Ciputat? (yak! khususnya yg merasa hobi menutup saluran AC didalam patas) Kalo pada takut kena AC kenapa nggak naek bis biasa aja? Toh patas non-AC juga banyak kok. Gak usah pada bikin sengsara penumpang lain yang memang niatnya cari dingin dong!
Sedikit2 perasaan sewot gue hilang setelah melihat pemandangan dikursi seberang gue. Disitu duduk seorang perempuan yang usianya sekitar 45 th. Wuih! Cara berdandannya yang mencolok mata membuat gue takjub. Rambutnya merah lurus panjang dibawah bahu, dengan jambul yang tertata tinggiiii banget diatas kepalanya. *jambulnya Udhien juga kalah* Entah berapa banyak hairspray yang dia butuhkan buat menguatkan jambul setinggi itu. Lucu banget. Dari belakang kursi2 itu hanya jambulnya saja yang terlihat tinggi mencuat. *Plis deh tante, jangan coba2 ke konser atau nonton di bioskop dengan jambul seperti itu ya? Ngalingin deh* Bajunya merah dengan corak bunga besar2 berwarna orange, celana jeans coklat dengan motif hitam, dan tas Prada besar imitasi warna coklat tua. Tapi kok dia make sandal kamar ya? Hhmmm. Jangan2 dia sendiri nggak sadar kalo masih make slippers. Riasan wajahnya pun perfect. Lipstik merah tua menyala, bedaknya halus merata, blush-on, alis coklat tua yang terlukis rapi, dan maskara hitam yang benar2 tebal! Perempuan itu ter-kantuk2 dikursinya. Nggak heran, barangkali dia mulai dandan dari jam 4 pagi. *sigh*
Dan tanpa terasa gue udah sampai di halte tujuan gue.
Hari ini gue pilek berat! Hidung meler terus2an.
Sekarang malah gue jadi ngantuk berat, gara2 minum Neozep buat ngilangin pilek!
Yang namanya naik patas jam2 segini, jangan harap menemukan bangku kosong. Berdiri tanpa harus berhimpitan pun sudah lumayan. Buat gue ini nggak masalah. Toh nggak jauh kok.
Tapi kali ini, belum lagi gue benar2 atur posisi berdiri gue, ada orang di kursi didepan gue yang turun. Finally, I got a seat! Yang masalah itu justru dengan lubang2 saluran AC diatas kursi penumpang yang gue perhatiin hampir semuanya tertutup. Dilubang saluran AC yang rusak tanpa penutup, masih juga ada orang yang usaha menyumpalnya dengan gumpalan kertas atau plastik bekas kemasan air mineral. No wondered gue nggak merasakan hawa sejuk AC sama sekali. Naik patas AC kok kayak naik bis reguler biasa! Sewot nggak sih gue liatnya? Diatas kursi ibu2 disebelah gue pun begitu. Tertutup. Tanpa pikir2 lagi, gue buka penutup salurannya. Sayang sekali nggak bisa gue arahin agar hembusannya langsung kearah gue. Tapi belum juga 5 mnt saluran gue buka, ibu2 disebelah gue menutupnya lagi, "Dingin, dek", katanya. *Beuh!* Gue nggak maok berantem sama ibu2 cuma gara2 AC.
What is wrong with you people from Ciputat? (yak! khususnya yg merasa hobi menutup saluran AC didalam patas) Kalo pada takut kena AC kenapa nggak naek bis biasa aja? Toh patas non-AC juga banyak kok. Gak usah pada bikin sengsara penumpang lain yang memang niatnya cari dingin dong!
Sedikit2 perasaan sewot gue hilang setelah melihat pemandangan dikursi seberang gue. Disitu duduk seorang perempuan yang usianya sekitar 45 th. Wuih! Cara berdandannya yang mencolok mata membuat gue takjub. Rambutnya merah lurus panjang dibawah bahu, dengan jambul yang tertata tinggiiii banget diatas kepalanya. *jambulnya Udhien juga kalah* Entah berapa banyak hairspray yang dia butuhkan buat menguatkan jambul setinggi itu. Lucu banget. Dari belakang kursi2 itu hanya jambulnya saja yang terlihat tinggi mencuat. *Plis deh tante, jangan coba2 ke konser atau nonton di bioskop dengan jambul seperti itu ya? Ngalingin deh* Bajunya merah dengan corak bunga besar2 berwarna orange, celana jeans coklat dengan motif hitam, dan tas Prada besar imitasi warna coklat tua. Tapi kok dia make sandal kamar ya? Hhmmm. Jangan2 dia sendiri nggak sadar kalo masih make slippers. Riasan wajahnya pun perfect. Lipstik merah tua menyala, bedaknya halus merata, blush-on, alis coklat tua yang terlukis rapi, dan maskara hitam yang benar2 tebal! Perempuan itu ter-kantuk2 dikursinya. Nggak heran, barangkali dia mulai dandan dari jam 4 pagi. *sigh*
Dan tanpa terasa gue udah sampai di halte tujuan gue.
Hari ini gue pilek berat! Hidung meler terus2an.
Sekarang malah gue jadi ngantuk berat, gara2 minum Neozep buat ngilangin pilek!
Labels:
ajaib,
on the way,
orang aneh,
rokok,
terganggu,
transportasi
Friday, August 20, 2004
My Nina's birthday today
Hari ini- Nina, my little one, ulang tahun yang ke 6!
Selamat Ulang tahun ya sayaaaang... semoga pintarnya tambah, cantiknya tambah, makin nurut kalo dibilangin mami, semakin jadi anak yang baik, nakalnya berkurang, sholehah, semoga apa yang kamu cita2kan tercapai, dan menjadi anak yang berguna buat dirimu sendiri kelak.
Amien
Selamat Ulang tahun ya sayaaaang... semoga pintarnya tambah, cantiknya tambah, makin nurut kalo dibilangin mami, semakin jadi anak yang baik, nakalnya berkurang, sholehah, semoga apa yang kamu cita2kan tercapai, dan menjadi anak yang berguna buat dirimu sendiri kelak.
Amien
Monday, August 16, 2004
Damn.. ! Orang Aneh Datang Lagi ..
Pagi2 udah terjebak disekolahannya Nina.
Biasanya tiap pagi gue cuma nganter sampe depan kelasnya trus langsung gue tinggal. Tapi pagi ini berhubung dirayu ibu2 *tsah!* buat ikut arisan *ada yg nawarin baju2 segala lho*, jadi gue tertahan 15 menitan. Basi2 bentar dong, walau akhirnya gue terbujuk ngikut arisan juga biarpun gue udah bilang nggak mungkin bisa hadir diarisannya itu sendiri. Yang penting duitnya, kata ibu2 itu gitu loh...
Giliran mo keluar, ternyata gerbang sudah digembok. Gue muter cari gerbang yang laen. Tapi ternyata ketiga gerbang yang ada semuanya sudah di gembok! Ya ampun gue lupa, ini kan hari Senen harinya anak2 upacara! Dan gerbang terakhir yg gue datangi itu gerbang utama yg langsung berseberangan dengan lapangan tempat upacara. Nah lo! Satpam gue rayu biar bukain gerbang tapi nggak mempan, "Bu, kepala sekolah melarang keras buat bukain pintu selama upacara berlangsung. Saya nggak berani bukain bu, maaf. Tahun lalu pernah ada teman saya yang dipecat gara2 buka gerbang sewaktu upacara, bu" Kata pak satpam memelas. Yaaa,... gimana dong? Kayaknya gue harus duduk dipojokan antara lapangan dan gedung bersama satpam dan beberapa pesuruh sekolah yg kebetulan duduk disitu. Kalo tauk maok terjebak begini kan enakan duduk di kantin. Tapi untuk kekantin gue harus melewati lapangan, sedangkan di depan dan di belakang lapangan berdiri para guru pengajar. Ya malu lah gue kalo ujug2 lewat situ! Lagi pula gue masih suka setress ketemu guru. Masih suka inget masa2 sering diomelin guru2! *Hayo! Itu emaknya sapa yah?*
Yah! Terpaksa gue ngikut duduk dikursi panjang yang ada disitu bareng sama pak satpam dan bapak2 yang lain. Sumpah, dari jaman sekolah dulu gue udah paling anti sama upacara! Eh, ini bukan anak sekolah- bukan pegawe negri, tapi jadi mengikuti jalannya upacara begini. *Koreksi : Nungguin orang upacara* Membosankan! Tolol banget sih gue...
Siang2 dikantor ada telpon. Biasalah, dari suaranya aja gue udah tauk.
Caller : Hhhm,.. Joni ada?
Gue : Nggak ada oom. Pergi setengah jam yang lalu.
Caller : Kemana?
Gue : Ke Danamon. Tapi kayaknya maok mampir kemana dulu gitu. Dia gak bilang.
Caller : Ke hotel gue ya?
Gue : Kurang tauk juga. Tadi pak Joni pergi setelah terima telpon.
Caller : Iya, itu tadi dari gue
Gue : Ya kalo gitu barangkali memang ke hotel Oom.
Caller : Jadi belom lama pergi ya? Emang tadi dia dateng jam berapa?
Gue : Jam sembilanan. *Gue bohong, harusnya jam 10an- bodo amat*
Caller : Trus ngapain aja dia dari pagi disitu?
Nah! Itu dia ucapannya yang menurut gue aneh banget! Pertanyaan bodoh macam apa itu? Kok nanyanya gitu? Ngapain dia dari pagi disini- di kantor? Lah! Kayaknya si Nina juga tauk, orang tuh kalo pergi ke kantor ya nggak mungkin lah buat maen golf! Right? *left! left!*
Bagusnya begitu kan? Datang ke kantor pagi2. Tandanya karyawan yang baik!
Udahlah no comment deh, kelanjutannya gak perlu gue tulis disini.
Jadi pengen buru2 hari Jum'at lagi, euy....
Labels:
bawel,
kolega,
ngantor,
office life,
orang aneh,
sekolah,
sial,
work
Sunday, August 15, 2004
Lensa kontak
Gue tuh mestinya pengeeeen banget bisa make lensa kontak. Keliatannya enak tuh. Kalau hari hujan bisa terus jalan sambil ujan2an tanpa perlu cari tempat berteduh karena khawatir lensa kacamata jadi basah, bisa nonton tv sambil tidur menyamping tanpa rasa ngeganjel disisi kepala, bisa berolahraga tanpa takut kacamatanya jatuh, bisa melakukan aktifitas2 yang- yaaa begitulah, hihiiihi..., tanpa pandangan menjadi buram, dsb.
Gue pernah dua kali nyoba make. Tapi gue emang nggak bakat. Gue juga punya hobi panik sendiri sama urusan colok mencoloknya ke mata. Dibutuhkan waktu setengah jam sendiri didepan cermin tiap kali gue harus memasang lensa kontak tsb ke mata. Kesel ya? Kelamaan. Wasting time banged! Belum lagi problem di bola mata kiri gue yang gak pernah cocok buat ketempelan lensa. Juga kebiasaan gue garuk2 mata. Uh, padahal dari dulu pengen banged deh bisa pake lensa biar bisa ngapa2in lebih leluasa. Sayang gue cuma bisa cepet nyopot lensanya ketimbang make lensanya.
Si Raymond udah pake lensa kontak lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Dia tuh yang enjoy banget make lensa kontak disposable-nya tanpa perlu membukanya selama 3-4 hari. Dipake mandi, dipake tidur. Indahnya! *lebih mesra sama kontak lensanya ketimbang sama gue* Dan dia pun nggak perlu berdiri didepan cermin buat memasangnya. Semuanya dia lakukan hanya dalam hitungan detik. Belum juga gue selesai mengamati caranya memasang lensa, dia sudah selesai duluan dan gak pernah lupa buat ngeledek gue dengan me-ngerjab2kan matanya yang ijo itu tepat didepan muka gue. Aaarrgghh!! Nggak lucu banged...
Lagian juga males tiap kali mo masang lensa dan kebetulan ada dia karena pasti di ketawa2in sambil belagak kasih petunjuk dan semangat. Buntut2nya karena gua gak bisa2 make- dia ngegerundel sendiri seolah nggak mengerti kenapa hal yang segini simpelnya gak bisa gue lakuin! Beuh...
Siapa bilang sih pake lensa kontak praktis? Praktisan juga kacamata, tinggal dipake atau dicopot kapanpun, dan nggak perlu di colok2in segala ke mata.
Gue pernah dua kali nyoba make. Tapi gue emang nggak bakat. Gue juga punya hobi panik sendiri sama urusan colok mencoloknya ke mata. Dibutuhkan waktu setengah jam sendiri didepan cermin tiap kali gue harus memasang lensa kontak tsb ke mata. Kesel ya? Kelamaan. Wasting time banged! Belum lagi problem di bola mata kiri gue yang gak pernah cocok buat ketempelan lensa. Juga kebiasaan gue garuk2 mata. Uh, padahal dari dulu pengen banged deh bisa pake lensa biar bisa ngapa2in lebih leluasa. Sayang gue cuma bisa cepet nyopot lensanya ketimbang make lensanya.
Si Raymond udah pake lensa kontak lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Dia tuh yang enjoy banget make lensa kontak disposable-nya tanpa perlu membukanya selama 3-4 hari. Dipake mandi, dipake tidur. Indahnya! *lebih mesra sama kontak lensanya ketimbang sama gue* Dan dia pun nggak perlu berdiri didepan cermin buat memasangnya. Semuanya dia lakukan hanya dalam hitungan detik. Belum juga gue selesai mengamati caranya memasang lensa, dia sudah selesai duluan dan gak pernah lupa buat ngeledek gue dengan me-ngerjab2kan matanya yang ijo itu tepat didepan muka gue. Aaarrgghh!! Nggak lucu banged...
Lagian juga males tiap kali mo masang lensa dan kebetulan ada dia karena pasti di ketawa2in sambil belagak kasih petunjuk dan semangat. Buntut2nya karena gua gak bisa2 make- dia ngegerundel sendiri seolah nggak mengerti kenapa hal yang segini simpelnya gak bisa gue lakuin! Beuh...
Siapa bilang sih pake lensa kontak praktis? Praktisan juga kacamata, tinggal dipake atau dicopot kapanpun, dan nggak perlu di colok2in segala ke mata.
Monday, August 09, 2004
Orang Aneh!
Today, the babeh of the boss came to office. Jiiieeehh.... tumben dateng lagi. Padahal udah lama banged lho gak dateng! Huu,.. seperti biasa gayanya itu lhooo, kebanyakan! Gue sih nggak ambil pusing. Nggak worry, nggak takut, nggak setress. Just ignore him as usual. Yang penting mah, orangnya nggak usah gue liat biar nggak kelilipan kumisnya. Masalahnya mata kiri gue hari ini juga lagi error, sepanjang hari rasanya kayak ada pasir kecil nongkrong dimata.
Tapi beberapa saat pas semua orang sedang keluar makan siang, pas gue sedang berdiri disamping printer sambil kucek2, mencet2, buka tutup mata dengan nggak jelas gitu, tiba2 orang itu udah berdiri di dekat2 gue. OMG... mo ngapain lagi nih? Apes lagi deh nih!
Dia : "Gimana nih yang masalah waktu itu"? Haiiyaa... masih mo ngebahas itu?
Gue : "Oom, kan saya udah bilang, saya udah nggak maen lagi sama Hera" Hhh!!
Eh, dia mesem2... "Iya, iya, saya udah tauk kok"
Gue : "Trus masalahnya apa"?
Dia : "Kamu jangan diambil hati telpon saya yang waktu itu"
Gue : "Enggak kok" Iiih padahal gue sebel banget!
Dia : "Maksud saya, kamu kan kenal Hera, jadi bisa ngomong sama dia. Suruh aja dia kerja sama saya" *Gue melongo. Nggak ngerti. Berusaha mencerna maksud urusannya. Kemaren marah2 ngelarang si Hera kawin sama anaknya, tapi sekarang pengen si Hera kerja sama dia*
Gue : "Enggak ah oom, saya nggak mau ngomong apa2 sama dia. Itu bukan urusan saya"
Dia : "Ya udahlah. Pokoknya kamu jangan ambil hati yang kemaren itu ya"?
Gue : "Enggak kok"
Gue nggak merasa perlu nunggu2 dia sudah selesai bicara atau belum. Gue ngeloyor pergi masih dengan jari2 tangan kiri menutupi kelopak mata kiri gue yang lagi perih banged ini. Biarlah gue dikira nggak sopan, daripada nanti malah diajak ngomong panjang lebar. Soalnya gue udah kadung sebel sih sama gaya sok mengancamnya yang kemarin itu.
Hhhh.... begitu toh? maok ada musim apaan sih nih? Kok tiba2 dia bisa bersikap agak2 ramah begitu? Malu sendiri kah? Ah, telat banged! Pasti kemaren ngancem gue pas lagi mabok! Atau jangan2 sebenernya dia sendiri nih yang ngincer si Hera! Ha!
Sorenya :
Mata kiri gue masih aja perih seolah ada yang ngeganjel. Ini udah hari ketiga. Segala cara udah gue lakuin. Mulai dari gue kucek2 pake tangan, ditetesin pake Visine, sampai merendam mata dengan larutan Y-rins, tapi tetep nggak mempan. Gue jadi ngeri sendiri. Biasanya cukup gue kucek2 dikit trus ditetesi Visine, rasa gatal dimata gue hilang. *cemas* Tapi ini masih saja terasa ada yg ngeganjel gitu loh...
So, sore ini gue keluar kantor cepet. Maok nggak maok gue pergi juga ke Klinik Mata Mayestik. Untungnya nggak terlalu banyak pasien. Ih! Setress banged! Gue orang yg parno sama yg namanya dokter. Bau2an Rumah Sakit, Klinik, dan Apotik pun gue bisa bikin dengkul gue lemes. Beuh! Belum lagi disini gue melihat perabot dan instrument buat periksa mata. Aaarrghh.... Nooo!
Oke, singkat cerita setelah gue diminta begini dan begitu dengan alat2 menyeramkan itu, si dokter langsung duduk berhadap-hadapan didepan gue. Kelopak mata gue dia buka dan dia pelototi dengan kaca pembesarnya. Lalu dia meraih pinset dimeja instrumennya. *Paniknya diriku...* Otomatis dong, gue menarik kepala gue ke belakang.
Dokter : Bu, didalam situ ada rambut. Mau saya ambilkan atau nggak?
Haa? Rambut? Maksudnya bulu mata? OMG... perih2, jauh2, dan mahal2 gue periksa ternyata hanya gara2 bulu mata? Kenapa juga bisa ber hari2 dia ngumpet di mata gue? Dua helai pula! Dua!
Pfff... Alhamdulilaah juga sih, karena ternyata cuma bulu mata. Bukan bisul atau benjolan2 aneh seperti yang semula gue khawatirkan.
Tapi beberapa saat pas semua orang sedang keluar makan siang, pas gue sedang berdiri disamping printer sambil kucek2, mencet2, buka tutup mata dengan nggak jelas gitu, tiba2 orang itu udah berdiri di dekat2 gue. OMG... mo ngapain lagi nih? Apes lagi deh nih!
Dia : "Gimana nih yang masalah waktu itu"? Haiiyaa... masih mo ngebahas itu?
Gue : "Oom, kan saya udah bilang, saya udah nggak maen lagi sama Hera" Hhh!!
Eh, dia mesem2... "Iya, iya, saya udah tauk kok"
Gue : "Trus masalahnya apa"?
Dia : "Kamu jangan diambil hati telpon saya yang waktu itu"
Gue : "Enggak kok" Iiih padahal gue sebel banget!
Dia : "Maksud saya, kamu kan kenal Hera, jadi bisa ngomong sama dia. Suruh aja dia kerja sama saya" *Gue melongo. Nggak ngerti. Berusaha mencerna maksud urusannya. Kemaren marah2 ngelarang si Hera kawin sama anaknya, tapi sekarang pengen si Hera kerja sama dia*
Gue : "Enggak ah oom, saya nggak mau ngomong apa2 sama dia. Itu bukan urusan saya"
Dia : "Ya udahlah. Pokoknya kamu jangan ambil hati yang kemaren itu ya"?
Gue : "Enggak kok"
Gue nggak merasa perlu nunggu2 dia sudah selesai bicara atau belum. Gue ngeloyor pergi masih dengan jari2 tangan kiri menutupi kelopak mata kiri gue yang lagi perih banged ini. Biarlah gue dikira nggak sopan, daripada nanti malah diajak ngomong panjang lebar. Soalnya gue udah kadung sebel sih sama gaya sok mengancamnya yang kemarin itu.
Hhhh.... begitu toh? maok ada musim apaan sih nih? Kok tiba2 dia bisa bersikap agak2 ramah begitu? Malu sendiri kah? Ah, telat banged! Pasti kemaren ngancem gue pas lagi mabok! Atau jangan2 sebenernya dia sendiri nih yang ngincer si Hera! Ha!
Sorenya :
Mata kiri gue masih aja perih seolah ada yang ngeganjel. Ini udah hari ketiga. Segala cara udah gue lakuin. Mulai dari gue kucek2 pake tangan, ditetesin pake Visine, sampai merendam mata dengan larutan Y-rins, tapi tetep nggak mempan. Gue jadi ngeri sendiri. Biasanya cukup gue kucek2 dikit trus ditetesi Visine, rasa gatal dimata gue hilang. *cemas* Tapi ini masih saja terasa ada yg ngeganjel gitu loh...
So, sore ini gue keluar kantor cepet. Maok nggak maok gue pergi juga ke Klinik Mata Mayestik. Untungnya nggak terlalu banyak pasien. Ih! Setress banged! Gue orang yg parno sama yg namanya dokter. Bau2an Rumah Sakit, Klinik, dan Apotik pun gue bisa bikin dengkul gue lemes. Beuh! Belum lagi disini gue melihat perabot dan instrument buat periksa mata. Aaarrghh.... Nooo!
Oke, singkat cerita setelah gue diminta begini dan begitu dengan alat2 menyeramkan itu, si dokter langsung duduk berhadap-hadapan didepan gue. Kelopak mata gue dia buka dan dia pelototi dengan kaca pembesarnya. Lalu dia meraih pinset dimeja instrumennya. *Paniknya diriku...* Otomatis dong, gue menarik kepala gue ke belakang.
Dokter : Bu, didalam situ ada rambut. Mau saya ambilkan atau nggak?
Haa? Rambut? Maksudnya bulu mata? OMG... perih2, jauh2, dan mahal2 gue periksa ternyata hanya gara2 bulu mata? Kenapa juga bisa ber hari2 dia ngumpet di mata gue? Dua helai pula! Dua!
Pfff... Alhamdulilaah juga sih, karena ternyata cuma bulu mata. Bukan bisul atau benjolan2 aneh seperti yang semula gue khawatirkan.
Monday, August 02, 2004
Liputan malam di TV
Gue nggak tauk sudah berapa lama berjalannya, maklum gue cuma nonton film2 yang menarik aja di TV, tapi baru belakangan ini gue perhatikan di beberapa stasion TV lokal menayangkan program tengah malam berupa liputan gaya hidup di kota besar yang umumnya mengenai kehidupan malam dan nggak jauh2 mengenai prostitusi dan seks melulu.
Tauk pendapat gue mengenai program2 liputan yang seperti ini? Suck! M e n y e b a l k a n ! Gue nggak ngerti untuk apa stasiun2 TV itu meliput hal2 gak mutu seperti itu. Toh umumnya mayoritas dari kita udah tauk sendiri hal2 seperti itu ada disekitar kita, dimana pun di dunia ini. Dan bagi yang gak tauk I will say, good. Tetaplah seperti itu.
Menurut gue, program liputan yang begini ini cuma bikin mereka2 yang awalnya nggak tauk jadi tauk, terutama buat para lelaki gatel yang memang senang mencari informasi semacam ini. Membuat kebrengsekan mereka semakin berkembang. Bahkan mungkin saja orang2 yang awalnya tidak memikirkan hal2 begini pun jadi terinspirasi karenanya. Jadi notice. Bener nggak sih? Ini liputan lewat TV lho, bisa ditonton orang2 dari Sabang sampai Merauke. Dari kota sampai desa, siapa pun yang nonton otomatis paham. Gimana kalo mereka2 itu malahan mencontohnya?
Media cetak seperti majalah POPULAR pun sejak dulu memang meliput hal2 beginian. Dan gue sama sekali nggak pernah suka baca majalah itu. Bukan karena majalah itu mengeksporasi tubuh perempuan *toh perempuan2 itu sendiri yang dengan suka rela memamerkan tubuhnya buat umum!*, tapi ya karena liputan2 mereka itu tadi. Baca header artikel2nya aja sudah cukup bikin gue jengkel dan uring2an sendiri. Untungnya, tidak semua orang suka beli majalah dan tidak semua orang sanggup beli majalah seharga Rp. 27.500,- per eksemplarnya.
Artikel2 dan liputan yang bersifat lebih edukatif yang bersifat pengajaran mengenai seks dan segala metode mengenai seks- keberadaannya masih bisa dimengerti. Mungkin buat sebagian orang ada manfaatnya- membawa kebaikan buat mereka. Tapi kalo mengenai jenis kegiatan asusila itu sendiri dan di mana kegiatan itu berlangsung rasanya sama sekali nggak perlu! Iya nggak sih? Buat gue pribadi, gue cukup lah sekadar tauk hal2 seperti itu ada. *Sumpah gue tauk segala macem jenis hal2 dan istilah2 beginian* Tapi gue berpendapat bahwa yang beginian nggak perlu dibuat liputannya segala. Cukuplah hanya pelaku2nya sendiri yang tauk. Gak perlu dibahas.
Gue nggak pengen tauk banyak kok. Apalagi sampe tauk detail. Nggak perlu banget deh!
Bener2 acara nggak mutu! Nggak penting! *ih kok gue sewot banged ya?*
Wednesday, July 28, 2004
Posting Gak Penting
Berminggu-minggu nggak ngapdet blog, saat ini rasanya seperti yg habis hibernasi. Males (ini mah emang dari sononya). Otak rasanya seperti masih belum nyambung. Segala catatan kejadian2 dan opinion gue tentang sesuatu hal yang kemaren2 masih dikepala pun sudah luntur.
Sebenarnya di kantor kerjaan gue masih santai seperti biasanya. Tapi gue kan nggak selalu punya mood buat ngeblog. Toh ini gak penting kan?
Yang aneh, gue selalu sempat buat nyeletuk di TukangLenong yang isinya cuma segerombolan orang2 ga penting yg berbicara dan berkomentar mengenai hal2 yang ga jelas. Semula sih niatnya cuma buat ngerame-ramein sekedar jadi reader. Liat2 dan baca2. Tapi lama2 gue bener2 nggak tahan buat nggak ikutan nyeletuk. Horeee!!! Gue termasuk orang gak penting yang kurang kerjaan nih!
Ditambah dengan dua minggu belakangan ini lagi2 gue kumat dengan kegiatan lama gue. Nyari2 files buat di donlot! Sepanjang hari, siang malam- sedang bekerja ataupun tidak, kazaa gue searching terus. Nggak penting banget deh! Padahal files yang sudah ada selama ini pun belum semuanya habis gue liat dan gue baca. Tapi gue masih punya satu list panjang berisi judul2 files yang maok gue cari.
"What did you say, sayang? these are not just a 'some'. You want them all!" Komentar Raymond saat gue sodorin list dan minta bantuan dia untuk ikutan nyariin. Hehheeehe, jangan panik gitu dong cintaku. Yes, I do want them all. Sebenarnya sih nggak usah pake diminta dia pun pasti ikut nyariin dengan suka rela. Jadi, tugas dia cari file movies sementara gue sendiri cari2 file ebook.
Jadi begitulah, selain dgn keluarga & kantor- gue selalu sibuk dengan kerjaan2 ga penting gini.
Tapi nyeletuk dan nyari2 files buat di donlot lalu di koleksi itu kepuasan bathin lho!
Monday, July 12, 2004
Belanja. serius, belanja.
Haduuuh.... gue semakin tua nih! Nggak terasa Nina hari Senin minggu depan udah mulai masuk esde! *Senangnya* Padahal sepanjang 3 minggu kemaren gue sempet diem2 stress karena takut dia nggak keterima di SDN mengingat umurnya yang belom 6 taun. Udah gitu cuma gue daftarin di satu sekolah doang. Keukeuh. Gue cuma maok dia sekolah disitu aja, soalnya deket rumah nyokab *Huuu, dasar!!* dan biarpun sekolah negeri tapi yg satu ini tergolong sekolah yang diminati. Dan ternyata keinginan gue didenger Allah, Nina bisa diterima disitu meskipun umurnya masih kurang. Alhamdulillaaah,.. .
Sabtu kemaren belanja kebutuhan sekolah dimulai. Buku2 teks, seragam batik, kaos olah raga, dan hal2 yg spt itu sudah dapat dari sekolah. Jadi tinggal hem putih, rok merah, rok putih dan sepatu hitam yang harus dibeli sendiri. Anak gue kecuali sepatu sandal untuk pergi, nggak pernah punya sepatu warna item! Harusnya hari ini kita maok ke Bandung, tapi gue mendadak males mengingat ini musim liburan. Weekend pula! Jadi gue memilih belanja keperluan sekolah Nina aja. Tinggal seminggu lagi waktunya. Makin cepat beli kebutuhan sekolahnya, makin baik. Iya kan?
Carol : Say, kemari dong. Kita mo ke Anyer nih, mo ikutan photo2 nggak?
Gue : Yah! Sorry nggak bisa Key, mo nyari keperluan Nina buat besok sekolah. Next time ya?
I r a : An, gue mo mampir kesitu. Tungguin ya?
Gue : Wah gue baru aja mo jalan ma si Nina, Ra! Raymond juga gak ada
I ra : Kalo gitu ya nggak jadi deh.
Ayu : An, lo udah dimana nih? Jadi mo check-in di Santika apa di Wisma Dago?
Gue : Aduh sorry lupa telpon! Gue gak jadi berangkat ke Bandung, neng... blaa.. blaa...
Jadi stlh menjawab telpon2 itu, pergilah gue ke Mayestik sama Nina buat cari seragamnya. Beli hem putih 2 bh, rok merah 2bh, dan rok putih 1bh yang semuanya kepanjangan buat dia. Gpp, biar nanti minta tolong nyokab buat mendekin. Dari situ kita ke PIM. Niatnya mo nyari sepatu hitam sama tas sekolah baru buat dia. Tapi gue nemu hem putih sama celana panjang katun warna khaki yg keren buat gue, jadi gue beli juga. Trus gue juga sempet beli body spray di Body Shop. Nina dapet celana jeans keren plus atasannya. Sampe sore di PIM gue belom nemu model sepatu hitam yg gue suka buat Nina, malah gue nemu mokasin warna khaki masih di bagian sepatu anak2. Keren, dan bener2 cukup buat kaki gue! Akhirnya malah gue yang jadi beli sepatu. Abis sepatunya lucu sih!. Padahal kan gak penting ya?
Nina : Tuh kan... kok mami yang beli lagi sih? Nina belom nih, mi...Gue : Kan belum ada model yang bagus Nina... sabar dong.
Akhirnya kita pulang. Capek! Yang dicari nggak dapet, malah belanja yang gak perlu2. Tas sama peralatan tulis yg perlu malah lupa nggak dicari.
Nina : Mami, Nina pengen poop nih.
Gue mendelik : Ha? Kenapa gak dari tadi aja sih sakit perutnya pas didalem? Tahan dulu Nin!
Padahal saat itu udah diparkiran. Arrggh!! Akhirnya masuk lagi kedalem mall nyari toilet.
Minggunya gue sama Nina jalan lagi ke Grande. Beli peralatan tulis sama buku2 tulisnya. Setelah capek keliling barulah dapet tas Princess warna pink seperti yang dia maok. Gak lupa gue beliin peralatan tulisnya. Tapi sepatu hitam buat Nina masih juga belum ketemu yang modelnya cocok. So, dari situ kita ke Blok M Plaza, muter2 lagi, cari2 lagi. Gue sempet beli satu buah atasan warna krem bergaris.
Tuni SMS : Na, g udh gak stay di Benoa, ini sdg menuju ke Dpsr. Kevin jd nginep dimn ya?
Gue bales : nnt gue tny org-nya
Nyokab gue telpon : An, kamu nanti kemari nggak? Ibu tolong dibeliin telor dulu setengah kilo aja sama roti tawar ya? Ga punya telor nih. Pilihin yang telornya kecil2 biar dapet agak banyak.
*Yes, mom!*
Nina beli bando rambut sama jepit2, suami hanya gue beliin 2bh kaos polo. Masuk ke toko Value liat benda2 lucu2 dan gak penting rasanya pengen beli semuanya! Setelah muter2, mentok2nya kita dapet sepatu buat si Nina di BATA Shop. Padahal gue gak pernah favorite sama sepatu BATA nih. Tapi kali ini gue lihat modelnya simple. Pantofel dari kulit yang apik dan enak dilihat. Gak lupa gue beliin juga ikat pinggangnya. Nah! Akhirnya lengkap juga. Jadi besok2 gue gak perlu mikir yang beginian lagi.
Kalo gue pikir2, dua hari belanja beli keperluan sekolahnya sama belanja buat gue, buat makan, dan buat yang gak penting2 kok malah lebih murah belanja keperluan sekolahnya ya? hiihiii.. Emang ribet ngurusin keperluan anak. Gampang2 susah. But sure it's fun! Karena pasti selalu ada sisi asiknya. Ya itu tadi, jadi latah pengen belanja juga.
Gak apa2 lah, sekali2, secara gue kan jarang2 shopping ....
Gak apa2 lah, sekali2, secara gue kan jarang2 shopping ....
Friday, July 09, 2004
Gue diancem! *huehhee, geli...*
Atasan gue punya bokab preman! Tingkahnya itu gak mencerminkan wibawa orang tua pada umumnya. Menurut yang gue lihat, orang2 bersikap 'yes man, yes sir' padanya lebih karena menaruh rasa takut- bukan karena hormat. Normally, gue hormat sama orang2 tua. Tapi yang satu ini beda. Menakutkan- sombong, dan berangasan. Kalaupun gue sungkan sama dia, itu lbh karena gue memandang boss gue. Bukan dia!
Sebetulnya gue bukan orang yang pedulian sama orang lain. Sumpah! Gue nggak maok repot2 mikirin orang kok *Mikirin diri sendiri aja gue gak becus *. Jadi selama 4 kali gue pernah ganti kerjaan, baru kali ini gue ngalamin cerita aneh yang kayak begini.
Sinetrooooon banget!!
Siang itu dikantor kebetulan gue yang ngangkat telepon masuk.
Caller : Halo! Joko ada nggak? *Suaranya berat, galak, dan lantang. Gak usah pake nebak2 gue juga udah tauk siapa ini orang*
Gue : Oh, pak Joko pergi oom,.. 20 menitan yg lalu.
Caller : Stu ada?
Gue : Ada oom. Bentar ya?
Caller : Eh! Eh! Gak usah, gak usah! Sapa yang suruh manggil dia? Gue gak perlu ngomong ma dia. Gue perlu ngomong sama lo. Loe denger aja. Lo sapa namanya? Sapa? *Iiiih,.. Aneh betul. Masak iya sih berbahasa lo- gue sama bawahan anaknya?*
Gue : Anna, oom.
Caller : Oke. Denger ya, An! Gue mo ngomong sama lo aja. Lo kenal Hera kan? Gue tauk lo temennya Hera. *Yee, kalo udah tauk kenapa nanya?* Asal lo tauk gue gak seneng sama dia! Dia tuh janda! Gue gak seneng dia pacaran sama Stu, tauk!
Gue : *Speechless. Melongo. Shock* Alis kiri kanan gue langsung nyatu. Ini tiba2 kenapa gue yang diomelin begini?
Gue : Apa urusannya sama saya oom?
Caller : Denger! Lo diem dulu! Dengerin dulu gue ngomong! Ini biar lo tauk! Pokoknya masalah ini cukup antara elo sama gue yang tauk! Kalo sampe orang2 dikantor sama Stu tauk, gue bikin lo cuci tangan dari sini! *Maksudnya? Dia ngancem gue dipecat dari kantor ini? Huuaa, silahkan! Terserah deh, gpp*
Gue : Oom, maaf ya, saya nggak ngerti sama urusan ini..
Caller : Masak lo gak tauk? Lo kan temennya! Lo tauk kan dia pacaran sama anak gue?
Gue : Iya oom, tapi saya mana tauk mereka cuma iseng2 apa serius. Lagian itu bukan urusan saya. Ngomong aja sama orangnya langsung.
Caller : Denger ya! tadi gue udah bilang kalo ini cuma antara gue sama lo! Urusan anak gue biar gue yang urusin. Dia gak perlu tauk dari orang laen!
Gue : Trus kenapa ngomong sama saya? *Masih heran aja. Lucu, deh! Gimana anaknya mo tauk kalo dia gak suka sama pacarnya kalo ngomelnya malah sama gue- bukannya bilang langsung ke yang bersangkutan?*
Caller : Masalahnya, lo temennya Hera! Lo kan bisa ngomong sama dia! *Ooh,.. begetoo? Gue yakin deh, pasti dia ngirainnya gue yg nyomblangin anaknya*
Gue : Oom, Sejak dia deket sama Stu, Hera sama saya udah gak maen lagi... Telpon2 juga enggak. *Seluruh dunia, kecuali dia, juga tauk kalo sejak mereka deket, mereka menjauhkan diri dari dunia persilatan! Udah gak gaul lagi sama kita2*
Caller : Bilang sama dia, gak usah kecentilan sama anak gue! Secakep apapun, gue gak rela anak gue kawin sama janda!
Trus tiba2 dia bilang : Lo janda juga kan? *Whaatt??? Tensi gue langsung naek!*
Gue : Oom jangan seenaknya nuduh ya? Itu kata siapa? *Mulut gue udah gatel pengen nyumpah serapah. Panas!*
Caller : Oh, bukan ya? *Untuk sesaat dia jengah sendiri*
Gue : Kalaupun saya janda atau single, apa urusannya sama oom? *Gue EMOSI JIWA banget!*
Caller : Pokoknya gini aja, lo mendingan bilang ke temen lo itu buat jauh2 dari anak gue! Ngerti? Jangan sampe gue suruh orang2 gue buat nyulik dia. Lo tauk? Gue bisa nyuruh orang gue buat ngilangin itu perempuan! *Anjriiitt,... mafia pisan euy! Ih, kayak yang di pelem! Takuut... *
Gue : Kalo saya ngomong sama Hera, si Stu nantinya pasti tauk juga oom... Namanya orang pacaran. *Rajin amat sih gue buang2 napas kasih penjelasan segala.*
Caller : Udah! Gue gak maok tauk! *Ceklik! Telpon dia matiin dan gue melongo lagi* Dasar geloo,..
Kejiwaan banget! Orang tua tapi kok meresahkan. Masak iya sih dia perlu cerita masalah dia ke gue? Sumpah gue udah 2 thn lebih gak pernah kontak2 lagi sama Hera! Males dan gak perlu. Dan gue juga gak pernah sok ngejodoh2in orang segala. Rajin amat! Yeee, mending gue cari jodoh buat diri sendiri aja. *Beuh!*
I supposed not to tell anyone. Tapi gue ngomong juga sih ke Rony yg mejanya di sebelah gue. Dia ketawa nyengir, nggak heran sama masalahnya. Sepertinya hal itu dia anggap lucu dan menyenangkan. Bener juga sih, lucu sedikit! Ada orang tua kok ngomel2 ke orang laen yang gak ada urusannya sama dia!
Rony : Udah lah loe diemin aja. Gak usah ditanggepin. Lo kayak gak tauk lagaknya dia aja...
Gue : Aneh aja Ron, kenapa jadi gue yang di bawa2 ya? Kenapa ngomelnya harus sama gue ya? Kemaren2 dia bolak balik ketemu gue kenapa gak langsung ngomong aja? Lagian kan harusnya dia nanya aja langsung sama yang bersangkutan!
Ah, bodo amat! Gue nggak takut, tapi gue sengit nih! Gaji gak seberapa pake diancem segala!
Btw, sorry ya boss,tapi asli bokab lo mengerikan betul. Pasti stress banget punya bokab macam begitu!
***** Nama2 diatas fiktif!
Wednesday, July 07, 2004
Begadang Again
Sebenarnya sih gue bukan lagi orang yang suka gaul malem2, tapi 2 minggu terakhir ini akivitas gue melulu sampe tengah malem. Aktifitas ga penting sih. Bukan karena kesibukan gawe atau apalah, tapi karena memang ada kepentingan tertentu dan juga ada karena bujukan dan rayuan teman* (*baca : setan). Heehhee, emang dasar guenya juga yang pecicilan sih. Yang pastinya, Mood ngelayap gue sedang Mode ON. Pulang kerja bawaannya pengen ngelancir aja. Dan setiap kali pergi gue prefer dateng ke tempat2 yang berbeda.
Semalem janjian ketemu Tuni di Ware House Komplek Taman Ria Senayan. Dari situ kita ke Bugils cuma buat duduk makan dan minum sambil dengerin dia curhat sampe jam setengah 1 malem. Dari awalnya duduk didalem sampe pindah ke meja diluar yang bebas polusi dan yang lebih sejuk berangin. Pas mo bayar2, kok cukup murah ya? Ternyata first drink-nya free karena hari itu pas ladies night *Catet tuh : Ladies Night di Bugils tiap Selasa!* Sampe rumah baru deh terasa kalo badan pegel2, gatel2, dan bentol2. Puass, lo!
Beberapa hari lalu malah lebih parah lagi. Maklum gue pergi sama Mafia. Keluar dari bar nggak terasa udah hampir jam setengah 3 pagi. Gue panik. Sebenarnya gue selalu berprinsip, maok kemana aja terserah selama tdk mempermalukan diri sendiri dan nggak pulang lewat dari jam 2 pagi. Kalo lewat dari jam 2 pagi lebih baik pulangnya nunggu terang sekalian. Repot kan? Hehehe, tapi yg jadi repot malah teman2 gue. Mereka harusnya bisa saja langsung pulang. Tapi karena liat gue bingung maok ngapain, mereka jadi ikutan mikir. Buntut2nya kita malah parkir di parkiran gultik Bulungan. Wah! Udah sepi banget! Cuma ada sisaan beberapa orang pedagang gultik yg masih sibuk bersih2 dan siap2 maok pulang. Perempuan2 "pekerja" yang biasanya banyak terlihat disitu pun sudah tak tersisa. Entah sudah di hotel yang mana. *Asyiiik,laku yaaaa?*
Dimobil kita cuma tiduran leyeh2 sambil nerusin ngobrol. Sambil ketawa cekikian sendiri, sadar kalo kita2 ini tolol, bodoh, dan bego. Ngapain juga spending time dimobil nungguin terang? Bego ya?
Emang rese nih gue!
Monday, June 28, 2004
Cowok Gondrong
Hari gini kalo liat cowok gondrong yang bukan preman dan yang bukan pengamen rasanya lucu. Emang masih jaman ya, cowok berambut gondrong? Kalo seangkatan gue, terutama yang ngantor- yang bapak2, udah jelas nggak ada lagi yang gondrong2. Emang karena udah gak musim, gak jamannya, dan karena faktor2 seperti malu sama umur, malu sama anak istri, malu sama mertua, malu sama tetangga, etc.Sekitar 10 - 15 tahun lalu, dekade 80an kebawah, gondrong memang lagi musim2nya. Cowok2 pada belom merasa dirinya keren dan seksi kalo belom gondrong. Kita cewek2 juga kayaknya gimanaaa gitu tiap kali liat cowok gondrong. Mereka terlihat lebih cool, keren, dan gaya *Cailleee...* Noraknya.
Padahal enggak juga sih, semuanya kumaha beungeut. Menurut gue, keren atau enggaknya cowok gondrong itu rata2 tergantung tampang dan pembawaannya. Ada cowok yang pantes banget berambut gondrong, dan ada yang sama sekali gak pantes gondrong. Bingung juga kasih definisi jelas gimana yang pantes dan gimana yang enggak. Tapi memang begitulah kenyataannya.
Dikalangan seleb, Dhimas Jay, kayaknya sampe hari gini dia tetep cocok berambut gondrong. Tapi 'mbosenin, bro! Apalagi si Jay Subiakto. Boring banget liat rambutnya (selain liat baju hitam kutungnya yang gitu2 aja). Sepertinya dia (Jay Subiakto) ingin menciptakan kesan maskulin dengan rambut gondrong dan baju hitamnya. Tapi menurut gue, maap2 aja, dia malah terlihat so banci dan so feminin dgn rambut indahnya itu. Ada yang notice nggak? Or it just me?
Seperti kemarin2 gue liat cowok tanggung berambut gondrong lurus keplek dibelah ditengah. Jalannya keliatan bener agak dilagak-lagain, trus pasang tampang sok cuek, dan obvious banget ingin terlihat cool. Padahal sih noraaak, banget. Sampe pengen gue lempar sapu. Gondrong orkes. Culun, mas!
Yang lucu gue pernah liat cowok berambut ikal yang gondrongnya tanggung sebahu. Hidungnya pesek banget! Gue jarang liat orang dengan hidung sepesek itu. Selain mengenakan jeans pudar dan kaos oblong putih yang ngepas dibadannya, ia juga mengenakan kalung mote yang nyekek ala Indian dilehernya. Seh! Dari penampilannya dia seperti yang ingin meniru gaya anak band, gaya vokalisnya BIP. Hhehhee,... Tapi kok dia bawa2 panci ya? Waaa, ternyata pegawai warteg. Lagaknya Uhuy!
** Note :
Btw kemaren launchingnya BlogBlast Mag di Bale Aer ya? Lagi2 gue nggak bisa ngikut. Rencananya abis dari Pameran Buku di Istora terus langsung kesitu. But I was lost in the ocean of SBY's supporter campagne! Even lapangan Parkir Timur Senayan berubah jadi Kampung Rambutan. Swear! Dimana-mana metro mini, kopaja, dan mayasari bakti. Nggak heran susah beneer cari bis di Terminal BlokM! Lha semuanya disini kok.
Gara2 macet begitu gue mending langsung pulang dari pada sengsara sepanjang jalan menuju Bale Aer. Sampe dirumah ngapain? Ya tidur doong....
Padahal enggak juga sih, semuanya kumaha beungeut. Menurut gue, keren atau enggaknya cowok gondrong itu rata2 tergantung tampang dan pembawaannya. Ada cowok yang pantes banget berambut gondrong, dan ada yang sama sekali gak pantes gondrong. Bingung juga kasih definisi jelas gimana yang pantes dan gimana yang enggak. Tapi memang begitulah kenyataannya.
Dikalangan seleb, Dhimas Jay, kayaknya sampe hari gini dia tetep cocok berambut gondrong. Tapi 'mbosenin, bro! Apalagi si Jay Subiakto. Boring banget liat rambutnya (selain liat baju hitam kutungnya yang gitu2 aja). Sepertinya dia (Jay Subiakto) ingin menciptakan kesan maskulin dengan rambut gondrong dan baju hitamnya. Tapi menurut gue, maap2 aja, dia malah terlihat so banci dan so feminin dgn rambut indahnya itu. Ada yang notice nggak? Or it just me?
Seperti kemarin2 gue liat cowok tanggung berambut gondrong lurus keplek dibelah ditengah. Jalannya keliatan bener agak dilagak-lagain, trus pasang tampang sok cuek, dan obvious banget ingin terlihat cool. Padahal sih noraaak, banget. Sampe pengen gue lempar sapu. Gondrong orkes. Culun, mas!
Yang lucu gue pernah liat cowok berambut ikal yang gondrongnya tanggung sebahu. Hidungnya pesek banget! Gue jarang liat orang dengan hidung sepesek itu. Selain mengenakan jeans pudar dan kaos oblong putih yang ngepas dibadannya, ia juga mengenakan kalung mote yang nyekek ala Indian dilehernya. Seh! Dari penampilannya dia seperti yang ingin meniru gaya anak band, gaya vokalisnya BIP. Hhehhee,... Tapi kok dia bawa2 panci ya? Waaa, ternyata pegawai warteg. Lagaknya Uhuy!
** Note :
Btw kemaren launchingnya BlogBlast Mag di Bale Aer ya? Lagi2 gue nggak bisa ngikut. Rencananya abis dari Pameran Buku di Istora terus langsung kesitu. But I was lost in the ocean of SBY's supporter campagne! Even lapangan Parkir Timur Senayan berubah jadi Kampung Rambutan. Swear! Dimana-mana metro mini, kopaja, dan mayasari bakti. Nggak heran susah beneer cari bis di Terminal BlokM! Lha semuanya disini kok.
Gara2 macet begitu gue mending langsung pulang dari pada sengsara sepanjang jalan menuju Bale Aer. Sampe dirumah ngapain? Ya tidur doong....
Friday, June 18, 2004
Soal Makan
Makan dan nonton (ofcourse tidur juga sih, but I exclude it). Adalah 2 hal yang paling gue enjoy. Well,.. I think those two activities are always pleasant things for all ages, sizes, and personalities.
Kalo soal nonton nggak usah dibahas. Gue jagoannya. Dalam soal makan, gue selalu punya problem dalam hal memesan makanan. I can not decide it quickly what I want to eat. Gue nggak pernah ngerti gue pengennya makan apa! *pengen nangis* Bagi gue lebih gampang (lebih tauk) mesenin makanan buat Nina atau orang lain daripada buat diri sendiri. Huuaaaa, sebelnya!
Paling confused tiap makan siang. Office girl dikantor suka garing sendiri nunggu gue yang kelamaan mikir. Buntut2nya gue cuma minta dia beli nasi telor dadar pake capcay di warteg! Mestinya gue nggak pemilih, apa aja gue sikat asal halal dan mateng. Cuma saja gue nggak pernah punya ide mengenai alternatif makanan. Kadang terlintas pengen makan ini itu, tapi nama makanannya gak tauk. Gimana mo mesennya?
Kalo pilihan makanannya ada didepan mata, baru tuh gancil, tinggal tunjuk aja.
Eh, giliran gue terinspirasi pengen makan ini itu, yang dagang tutuplah atau Lina yang nggak tauk beli dimana, dsb. Bahkan seringkali di resto gue perlu 10 menit cuma buat memandang daftar menunya, dan seringkali pula diakhiri dengan memesan menu yang sama dengan teman yang pertama kali memesan. Wasting time banget nggak sih?
Kalo soal nonton nggak usah dibahas. Gue jagoannya. Dalam soal makan, gue selalu punya problem dalam hal memesan makanan. I can not decide it quickly what I want to eat. Gue nggak pernah ngerti gue pengennya makan apa! *pengen nangis* Bagi gue lebih gampang (lebih tauk) mesenin makanan buat Nina atau orang lain daripada buat diri sendiri. Huuaaaa, sebelnya!
Paling confused tiap makan siang. Office girl dikantor suka garing sendiri nunggu gue yang kelamaan mikir. Buntut2nya gue cuma minta dia beli nasi telor dadar pake capcay di warteg! Mestinya gue nggak pemilih, apa aja gue sikat asal halal dan mateng. Cuma saja gue nggak pernah punya ide mengenai alternatif makanan. Kadang terlintas pengen makan ini itu, tapi nama makanannya gak tauk. Gimana mo mesennya?
Kalo pilihan makanannya ada didepan mata, baru tuh gancil, tinggal tunjuk aja.
Eh, giliran gue terinspirasi pengen makan ini itu, yang dagang tutuplah atau Lina yang nggak tauk beli dimana, dsb. Bahkan seringkali di resto gue perlu 10 menit cuma buat memandang daftar menunya, dan seringkali pula diakhiri dengan memesan menu yang sama dengan teman yang pertama kali memesan. Wasting time banget nggak sih?
Monday, June 14, 2004
Not A Good Thing To Start the Day
Pagi ini gue mandi di kantor! Hueehhehee! Ini kali pertama sekaligus yang terakhir kalinya aja gue mandi dikantor. Badan rasanya lengket semua. Untung masih jam 9.30, maklum kantor orang2 pemalas, jadi belom ada yang dateng kecuali Office Girl. Dia juga bingung liat gue bawa handuk kecil sambil bilang "maok mandi bentar". Office girl gw melongo. Gak biasa.
Yaaa, ini bukan karena gak ada aer dirumah.
So? Kenapa gue mandi dikantor?
Pagi2 ini, diawal minggu, gue udah berantem sama tetangga. Miss Laundry itu. Mengenai masalah sepele yang dipicu oleh dia sendiri, Bukan gue. Wah, belasan taun gue bertetangga, entah itu kost atau gue ngontrak, terhitung dari tahun 91 sampai dengan sekarang gak pernah gue ribut2 apalagi cari masalah. So this is the first time I had a big argument with my bitchy neighbour!. Dia pikir mentang2 dia lebih lama tinggal disitu bisa bertingkah seenak ketek dia tanpa ada toleransi sama orang lain? Mestinya dari awal2 pindah kesitu gue udah agak2 jengkel mengenai attitude-nya. Sekali dua kali tiga kali empat kali, masih sabar. Tapi pagi ini gue bener2 udah nggak bisa nahan jengkel dan merasa perlu buat negur dia. Sepertinya selama ini orang lain nggak ada yang berani menegur dia, tapi harus ada orang yang mulai, dan kesabaran gue memang sudah habis. Jadilah pagi ini semua orang bisa mendengar this bitchy merespons teguran gue dengan suaranya yang lantang dan kalap. Ih! tegang amat itu orang... Tapi memang udah dari sananya tampangnya begitu. Yang pasti gue malah jadi terhibur sendiri melihatnya ngotot seperti yang kesetanan setiap kali gue membalas perkataannya dengan santai. Semakin dia marah, semakin gue suka membalasnya dengan senyuman dan sedikit cengar-cengir.
Nggak capek tuh jerit2 kayak gitu?
Di akhir2 keributan itu dia bilang,
Dia : Gue ini orang berpendidikan, tauk!
Gue : Tapi nggak belajar tata krama ya? Kalah dong sama gue yg "cuma lulus esde" ....
Gue pikir2 ini orang emang dasar kampungan. Pake bawa2 pendidikan segala. Emang dasar orang daerah, jadi sarjana- pinter dikit lagaknya cuma kayak dia seorang yang berpendidikan. *Btw, gue nggak bermaksud memperolok orang2 daerah yg merantau ke Jakarta, but I'm talking about her okey?* Gimana kalo dia pulang kampung? Seperti apa dia bersikap dengan tetangga atau temannya yg tidak "berpendidikan"? Gue jadi gerah sendiri. Kalo dia memang bener2 berpendidikan, harusnya dia tauk kalo intelektualitas seseorang itu bukan untuk dipamerkan atau ditunjukan dengan kata2, tapi dari caranya bersikap. Berpendidikan kok norak begitu?
Dia : Gue tinggal disini udah lama!
Gue : Iya, tapi nggak perlu sok jadi jagoan gitu. Kan yg tinggal disini nggak cuma loe doang. Gue disini juga bayar kok.
Dia : Eh! Gue ini udah sering pindah2, gak ada yg komplen. Gue juga tauk etiket!
Gue : Hhhmm.... oh ya? Mungkin karena tampang loe jutek (tadinya gue mo bilang : sangar). Tapi bicara soal sering pindah, sama gue yang udah 13 taunan pindah2 kontrakan, lamaan mana ya? *I really not proud with this, swear*
Dia : Eh, jgn kurang ajar! Oke lamaan elo! Tapi ditempat ini gue udah lama! Gue juga tauk apa itu toleransi!
Gue : Jadi yg begini loe sebut toleransi? Perasaan juga dipake dong, MBAK! Mikiiirr... bisa mikir nggak? katanya tadi berpendidikan...
Wah, orang ini bener2 kaku! Mengaku punya toleransi tapi nggak pake perasaan dan sedikit 'feeling' ke orang laen. Apalah arti toleransi itu sendiri kalo nggak diberikan tepat di sikon-nya, di saat orang lain memang perlu toleransi itu. Itu namanya bukan toleransi! Lagipula apa urusannya toleransi sama pendidikan? Untuk bisa bertoleransi nggak diperlukan pendidikan, tapi sedikit hati dan perasaan. Orang ini memang bukan cuma kepalanya yang batu, tapi hatinya juga batu! Bebal! Can not read between the line.
Sadar banyak orang yg mendengar, dia lalu masuk.
Nina : Mami nih malu2in aja sampe orang2 pada liatin. Tante itu kan emang jutek!
Perempuan diseberang : Udahlah mbak, biarin aja, sabar aja, memang orangnya begitu. Nyebelin!
Si mbok (pembantu) : Iya, si embak itu emang galak, neng... emang suka seenaknya sendiri. Tapi nanti kalo ada orang laen yang begitu, dia sewot. Gak ada tuh yg suka sama dia. Bagus deh, emang sekali-kali harus ditegor neng.
Suami si perempuan : kayak 'ngaruh aja ditegor....
Gue sedikit lega kalo ternyata memang nggak ada yang simpati, apalagi suka- sama si jutek satu itu. Hanya saja selama ini orang2 terlalu amat sangat cuek, sabar, dan terlalu amat sangat murah hati dengan membiarkannya bertingkah. Tuman! Saatnya kasih julukan baru nih, bukan Miss Laundry lagi, tapi Nenek Grondong! A bitchy one!
Gara2 kontest adu mulut dipagi hari ini, gue jadi lupa kalo saat itu udah hampir jam 8 pagi. Nina masuk jam 7.40. Buru2 gue mandiin Nina dan mengenakannya seragam. Gue sendiri jadi cuma cuci muka dan gosok gigi, berpakaian alakadarnya dan tak lupa berbekal handuk kecil didalam tas, lalu mengantarnya ke sekolah dan langsung menuju kantor.
Eeaallaaaaah,..... cari gara2 kok sama gue? Siapa takut?
Laki gue dilaporin cuma berkomentar :
Seru ya? Too bad I wasn't there... Next time dont loose your temper and dont spend your energy for that bitch. *Huh*
Kesialan kedua disiang ini :
Ini kesialan gue sebagai seorang perempuan. Udah pagi2 berantem sama tetangga dan mandi dikantor, siangnya pas kebelakang gue baru tauk kalo mendadak gue datang bulan. Kalo cuma sedikit gue nggak ngeluh, hal biasa, tapi ini yang betul2 banyak-nyak-nyak sampai betul2 basah-sah-sah. Langsung dipakein pembalut juga percuma dong. Padahal gue gak punya punya underwear cadangan lagi. Wah! Gue bener2 sampe nggak berani duduk. Lina si office girl sedang keluar. Gue terpaksa harus menunggunya balik ke kantor sambil mondar mandir bingung mau ngapain. Masak gue harus berdiri terus sih?
Tapi akhirnya Lina kembali. Gue suruh dia beli underwear dan laurier dipasar, dan nggak lupa gue kasih pesan supaya memilih yang midi dan yang warnanya coklat atau setidaknya coklat. Setelah dia pergi, lagi2 gue mondar mandir nggak jelas. Mau duduk rasanya risih dan takut tembus dikursi. Susah ya jadi perempuan...
Setengah jam mondar-mandir tanpa duduk, Lina kembali membawa plastik kresek yang isinya laurier regular dan sebuah celana dalam baru berwarnaa..... Merah Ngejrot, bo! Berenda pula! Anjriiit.....
Aiih, aiiiihh...! Boro2 gue make celana dalem merah,... pakaian dan benda2 yang gue punya sama sekali nggak ada yang warnanya merah!
Gue : Kok merah sih, Lin?
Lina : Adanya cuma merah, mbak
Gue : Mana mungkin orang jualan celana dalem cuma satu warna ? *kesel dan gak percaya*
Lina : *quiet*
Tapi akhirnya apa boleh buat, dengan berat hati gue pake juga karena pasti nggak lucu kalo yang gue pake sekarang sampai jadi kering dibadan!
Celana dalem merah? Hhhm... makenya malu sendiri nih.
Hari ini betul2 hari yang menjengkelkan....
Yaaa, ini bukan karena gak ada aer dirumah.
So? Kenapa gue mandi dikantor?
Pagi2 ini, diawal minggu, gue udah berantem sama tetangga. Miss Laundry itu. Mengenai masalah sepele yang dipicu oleh dia sendiri, Bukan gue. Wah, belasan taun gue bertetangga, entah itu kost atau gue ngontrak, terhitung dari tahun 91 sampai dengan sekarang gak pernah gue ribut2 apalagi cari masalah. So this is the first time I had a big argument with my bitchy neighbour!. Dia pikir mentang2 dia lebih lama tinggal disitu bisa bertingkah seenak ketek dia tanpa ada toleransi sama orang lain? Mestinya dari awal2 pindah kesitu gue udah agak2 jengkel mengenai attitude-nya. Sekali dua kali tiga kali empat kali, masih sabar. Tapi pagi ini gue bener2 udah nggak bisa nahan jengkel dan merasa perlu buat negur dia. Sepertinya selama ini orang lain nggak ada yang berani menegur dia, tapi harus ada orang yang mulai, dan kesabaran gue memang sudah habis. Jadilah pagi ini semua orang bisa mendengar this bitchy merespons teguran gue dengan suaranya yang lantang dan kalap. Ih! tegang amat itu orang... Tapi memang udah dari sananya tampangnya begitu. Yang pasti gue malah jadi terhibur sendiri melihatnya ngotot seperti yang kesetanan setiap kali gue membalas perkataannya dengan santai. Semakin dia marah, semakin gue suka membalasnya dengan senyuman dan sedikit cengar-cengir.
Nggak capek tuh jerit2 kayak gitu?
Di akhir2 keributan itu dia bilang,
Dia : Gue ini orang berpendidikan, tauk!
Gue : Tapi nggak belajar tata krama ya? Kalah dong sama gue yg "cuma lulus esde" ....
Gue pikir2 ini orang emang dasar kampungan. Pake bawa2 pendidikan segala. Emang dasar orang daerah, jadi sarjana- pinter dikit lagaknya cuma kayak dia seorang yang berpendidikan. *Btw, gue nggak bermaksud memperolok orang2 daerah yg merantau ke Jakarta, but I'm talking about her okey?* Gimana kalo dia pulang kampung? Seperti apa dia bersikap dengan tetangga atau temannya yg tidak "berpendidikan"? Gue jadi gerah sendiri. Kalo dia memang bener2 berpendidikan, harusnya dia tauk kalo intelektualitas seseorang itu bukan untuk dipamerkan atau ditunjukan dengan kata2, tapi dari caranya bersikap. Berpendidikan kok norak begitu?
Dia : Gue tinggal disini udah lama!
Gue : Iya, tapi nggak perlu sok jadi jagoan gitu. Kan yg tinggal disini nggak cuma loe doang. Gue disini juga bayar kok.
Dia : Eh! Gue ini udah sering pindah2, gak ada yg komplen. Gue juga tauk etiket!
Gue : Hhhmm.... oh ya? Mungkin karena tampang loe jutek (tadinya gue mo bilang : sangar). Tapi bicara soal sering pindah, sama gue yang udah 13 taunan pindah2 kontrakan, lamaan mana ya? *I really not proud with this, swear*
Dia : Eh, jgn kurang ajar! Oke lamaan elo! Tapi ditempat ini gue udah lama! Gue juga tauk apa itu toleransi!
Gue : Jadi yg begini loe sebut toleransi? Perasaan juga dipake dong, MBAK! Mikiiirr... bisa mikir nggak? katanya tadi berpendidikan...
Wah, orang ini bener2 kaku! Mengaku punya toleransi tapi nggak pake perasaan dan sedikit 'feeling' ke orang laen. Apalah arti toleransi itu sendiri kalo nggak diberikan tepat di sikon-nya, di saat orang lain memang perlu toleransi itu. Itu namanya bukan toleransi! Lagipula apa urusannya toleransi sama pendidikan? Untuk bisa bertoleransi nggak diperlukan pendidikan, tapi sedikit hati dan perasaan. Orang ini memang bukan cuma kepalanya yang batu, tapi hatinya juga batu! Bebal! Can not read between the line.
Sadar banyak orang yg mendengar, dia lalu masuk.
Nina : Mami nih malu2in aja sampe orang2 pada liatin. Tante itu kan emang jutek!
Perempuan diseberang : Udahlah mbak, biarin aja, sabar aja, memang orangnya begitu. Nyebelin!
Si mbok (pembantu) : Iya, si embak itu emang galak, neng... emang suka seenaknya sendiri. Tapi nanti kalo ada orang laen yang begitu, dia sewot. Gak ada tuh yg suka sama dia. Bagus deh, emang sekali-kali harus ditegor neng.
Suami si perempuan : kayak 'ngaruh aja ditegor....
Gue sedikit lega kalo ternyata memang nggak ada yang simpati, apalagi suka- sama si jutek satu itu. Hanya saja selama ini orang2 terlalu amat sangat cuek, sabar, dan terlalu amat sangat murah hati dengan membiarkannya bertingkah. Tuman! Saatnya kasih julukan baru nih, bukan Miss Laundry lagi, tapi Nenek Grondong! A bitchy one!
Gara2 kontest adu mulut dipagi hari ini, gue jadi lupa kalo saat itu udah hampir jam 8 pagi. Nina masuk jam 7.40. Buru2 gue mandiin Nina dan mengenakannya seragam. Gue sendiri jadi cuma cuci muka dan gosok gigi, berpakaian alakadarnya dan tak lupa berbekal handuk kecil didalam tas, lalu mengantarnya ke sekolah dan langsung menuju kantor.
Eeaallaaaaah,..... cari gara2 kok sama gue? Siapa takut?
Laki gue dilaporin cuma berkomentar :
Seru ya? Too bad I wasn't there... Next time dont loose your temper and dont spend your energy for that bitch. *Huh*
Kesialan kedua disiang ini :
Ini kesialan gue sebagai seorang perempuan. Udah pagi2 berantem sama tetangga dan mandi dikantor, siangnya pas kebelakang gue baru tauk kalo mendadak gue datang bulan. Kalo cuma sedikit gue nggak ngeluh, hal biasa, tapi ini yang betul2 banyak-nyak-nyak sampai betul2 basah-sah-sah. Langsung dipakein pembalut juga percuma dong. Padahal gue gak punya punya underwear cadangan lagi. Wah! Gue bener2 sampe nggak berani duduk. Lina si office girl sedang keluar. Gue terpaksa harus menunggunya balik ke kantor sambil mondar mandir bingung mau ngapain. Masak gue harus berdiri terus sih?
Tapi akhirnya Lina kembali. Gue suruh dia beli underwear dan laurier dipasar, dan nggak lupa gue kasih pesan supaya memilih yang midi dan yang warnanya coklat atau setidaknya coklat. Setelah dia pergi, lagi2 gue mondar mandir nggak jelas. Mau duduk rasanya risih dan takut tembus dikursi. Susah ya jadi perempuan...
Setengah jam mondar-mandir tanpa duduk, Lina kembali membawa plastik kresek yang isinya laurier regular dan sebuah celana dalam baru berwarnaa..... Merah Ngejrot, bo! Berenda pula! Anjriiit.....
Aiih, aiiiihh...! Boro2 gue make celana dalem merah,... pakaian dan benda2 yang gue punya sama sekali nggak ada yang warnanya merah!
Gue : Kok merah sih, Lin?
Lina : Adanya cuma merah, mbak
Gue : Mana mungkin orang jualan celana dalem cuma satu warna ? *kesel dan gak percaya*
Lina : *quiet*
Tapi akhirnya apa boleh buat, dengan berat hati gue pake juga karena pasti nggak lucu kalo yang gue pake sekarang sampai jadi kering dibadan!
Celana dalem merah? Hhhm... makenya malu sendiri nih.
Hari ini betul2 hari yang menjengkelkan....
Monday, June 07, 2004
Uji Nyali
'Haiyyaaaa,.... orang2 ini keterlaluan banget deh! Hari ini gue jadi juru kunci dikantor gara-gara keasikan 'bercengkerama' dengan komputer sampe gue nggak menyadari kalo ternyata hanya tinggal gue seorang diri di kantor! Lampu masih terang benderang, AC masih menyala, tapi ternyata manusia2 itu tanpa gue sadari sudah pada raib semua termasuk office girl. Orang terakhir yang yang pulang itu Agus, dan dia emang bilang maok balik. Fine. Lagipula gue lihat topi pak Yono masih diatas mejanya *Orang lain mah never leave home without head, but he normally never leaves home, anywhere, without his hat*. LOL! Jadi gue pikir dia masih ada beredar somewhere around the office.
Wuuiiih! Gue bukan orang penakut, tapi setelah menyadari kalo selama satu jam lebih itu ternyata cuma gue seorang diri dikantor, rasanya creepy juga. Terutama setelah mengingat bahwa dalam selang waktu sepanjang itu gue seolah merasa ada orang tidur di ruang meeting. Ngerti maksudnya, kan? Suara halus gesekan baju, suara berdehem halus, seperti itulah. And I though it was pak Yono, which was not. Waaa... yg tadi gue denger apaan tuh?
By the way, kemaren malem miss invisible pindahan. *Belum juga kenal sudah pindah* Eeeaallaaaaa,.. barangnya banyak banget. Sudah dari hari Minggu kemarin cowoknya terlihat bolak-balik ngangkatin sebagian barang, dan masih disambung malam ini. Mungkin barang2 yang berat sengaja diangkat belakangan. Kuli angkutnya saja sampai perlu 5 orang (menurut Nina- yang ngitung) buat mengangkat buffet kayu yg perasaan gue guede dan puanjang banget, cermin berbingkai hias berukuran 1x1.5m yang kelihatannya berat, meja kaca bundar besar, batang pohon besar berpelitur dengan beberapa dahannya yang menurut gue kelihatannya digunakan buat cantelan baju *what a bizzare thing*, treadmill (wow), ya begitulah- beberapa barang2 berat lainnya yang bisa gue lihat secara ngintip2 dari jendela (gue merasa norak banget!). Soalnya gengsi, lahaii... masak perlu gue tongkrongin didepan bareng si Nina?
Dan percaya nggak? miss invisible itu pun tetap tak terlihat batang hidungnya. Shit!
Siapa sih dia? Selebriti? Orang beneran apa bukan ya?
Wuuiiih! Gue bukan orang penakut, tapi setelah menyadari kalo selama satu jam lebih itu ternyata cuma gue seorang diri dikantor, rasanya creepy juga. Terutama setelah mengingat bahwa dalam selang waktu sepanjang itu gue seolah merasa ada orang tidur di ruang meeting. Ngerti maksudnya, kan? Suara halus gesekan baju, suara berdehem halus, seperti itulah. And I though it was pak Yono, which was not. Waaa... yg tadi gue denger apaan tuh?
By the way, kemaren malem miss invisible pindahan. *Belum juga kenal sudah pindah* Eeeaallaaaaa,.. barangnya banyak banget. Sudah dari hari Minggu kemarin cowoknya terlihat bolak-balik ngangkatin sebagian barang, dan masih disambung malam ini. Mungkin barang2 yang berat sengaja diangkat belakangan. Kuli angkutnya saja sampai perlu 5 orang (menurut Nina- yang ngitung) buat mengangkat buffet kayu yg perasaan gue guede dan puanjang banget, cermin berbingkai hias berukuran 1x1.5m yang kelihatannya berat, meja kaca bundar besar, batang pohon besar berpelitur dengan beberapa dahannya yang menurut gue kelihatannya digunakan buat cantelan baju *what a bizzare thing*, treadmill (wow), ya begitulah- beberapa barang2 berat lainnya yang bisa gue lihat secara ngintip2 dari jendela (gue merasa norak banget!). Soalnya gengsi, lahaii... masak perlu gue tongkrongin didepan bareng si Nina?
Dan percaya nggak? miss invisible itu pun tetap tak terlihat batang hidungnya. Shit!
Siapa sih dia? Selebriti? Orang beneran apa bukan ya?
Subscribe to:
Posts (Atom)